TANTANGAN DAN PERMASALAHAN DALAM PELAKSANAAN
PENGAWASAN POLITIK / LEGISLATIF OLEH DPRD.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar belakang
Demokrasi adalah salah satu tuntutan terciptanya penyelenggaraan
pemerintah di Kabupaten yang mencerminkan peranan rakyat. Salah satunya adalah
peranan lembaga perwakilan rakyat yang dikenal dengan sebutan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD). Adapun salah satu indikatornya adalah peranan DPRD dalam
pelaksanaan fungsi pengawasan terhadap Pemerintah Kabupaten. Dalam hal ini
dapat disimak pendapat Bagir Manan dalam bukunya Menyongsong Fajar Otonomi
Daerah yang menyatakan bahwa : “Demokrasi memang menuntut agar DPRD dapat
berperan secara wajar dan menuntut keterbukaan. Kepala Daerah dan jajarannya
bukan alat kekuasaan sentralisme yang lebih menampakkan diri sebagai penggerak
dengan simbol-simbol dan tingkah laku otoratian, melainkan sebagai
penyelenggara pemerintahan yang bertanggung jawab dan harus tunduk pada
pengawasan publik untuk mewujudkan kesejahteraan umum didaerahnya.
DPRD, khususnya dalam pemerintahan diatur dalam Undang-Undang Nomor.32
Tahun 2004 Pasal 40 yaitu DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah dan
berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintah daerah. kedudukan yang
sejajar dan menjadi mitra Pemerintah Daerah ini bertujuan untuk menjamin
pelaksanaan tugas dan wewenang dapat berlangsung seimbang. Berkaitan dengan
tugas dan wewenang dibidang pengawasan diharapkan sebagai lembaga perwakilan
pemilik kekuasaan (rakyat) DPRD Khususnya Kabupaten harus mampu memainkan
perananya secara optimal dengan mengemban fungsi kontrol terhadap jalannya
pemerintahan di Kabupaten. Tujuannya adalah terwujudnya pemerintahan daerah
yang efisien. Efektif, bersih berwibawa dan terbebas dari berbagai praktik yang
berindikasi KKN
Berlandaskan
kepada undang-undang, secara teoritis gambaran ideal peranan DPRD Kabupaten
Ogan Ilir dalam pelaksanaan fungsi pengawasan terhadap Pemerintahan Kabupaten
tentulah semua berlaku bagi setiap DPRD di seluruh Wilayah Negara Republik
Indonesia. Sebab, undang-undangnya memang sama. Namun didalam praktek
penyelenggaraan pemerintah daerah, optimalisasi peranan DPRD di masing-masing
daerah bisa berbeda. Undang-undang bukanlah satu-satunya faktor penentu, tetapi
masih banyak faktor lain yang dapat mempengaruhi, baik yang bersumber dari
faktor internal daerah terkait ataupun eksternal dalam arti luas (menyangkut
berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara).
Menurut salah satu sumber dalam media elektronik menungkapkan bahwa fungsi
DPRD sebagai wakil rakyat untuk mengawasi pembangunan yang dilaksanakan
oleh eksekutif, yakni pemerintah kabupaten (pemkab), dinilai masih lemah. Hal
itu diungkapkan sendiri oleh salah satu anggota DPRD Seruyan, Yulhaidir
Menurutnya, pengawasan dari para DPRD terhadap pelaksanaan pemerintahan
masih sangat lemah, termasuk pengawasan dalam hal proyek pembangunan fisik. Ia
menambahkan, ada beberapa faktor yang membuat fungsi pengawasan DPRD lemah.
“Karena ada kepentingan dari para DPRD itu sendiri dan adanya unsur politik,”.
Anggota DPRD berasal dari berbagai partai. Setiap partai pasti memiliki
kepentingan masing-masing.
Selain itu, individu dari para DPRD itu juga sangat memengaruhi. “Apa
sebenarnya tujuan menjadi anggota dewan? Apakah untuk mewakili rakyat atau
yang lainnya? Bisa dinilai sendiri.” ucap politisi dari partai Hanura itu.
Meski begitu, sebagai salah satu anggota Badan Anggaran (Banggar), ia akan
berusaha secara intensif untuk mengawasi proyek-proyek yang dilakukan
pemerintah. “Saya akan berusaha maksimal mengawasi jalannya proyek. Sebelumnya
saya juga sudah mengimbau kepada para rekanan atau kontraktor agar memasang
papan proyek. Sehingga proyek yang dilaksanakan bisa transparan.”
Dari fenomena yang di ungkapkan sendiri oleh salah satu anggota DPRD RI
dapat di pahami bahwa peranan DPRD dalam pelaksanaan fungsi pengawasan terhadap
Pemerintah Kabupaten tentulah tidak sederhana membaca undang-undang. Sementara
pengetahuan dimana sangat diperlukan oleh masyarakat luas agar dapat diketahui
sejauh mana pemerintah di Kabupaten sebagai salah satu prestasi era reformasi
dapat dipetik manfaatnya oleh rakyat.
1.2.Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka masalah yang
menyangkut peranan DPRD dalam pelaksanaan fungsi pengawasan terhadap Pemerintah
di Kabupaten dapat dirumuskan :
1. Bagaimanakah peranan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD) dalam pelaksanaan fungsi pengawasan terhadap Pemerintah
Kabupaten.
2.
Apakah
faktor penghambat dalam pelaksanaan fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) terhadap Pemerintahan Kabupaten.
1.3.Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini dilakukan dengan tujuan-tujuan yang
dapat ditegaskan sebagai berikut :
1. Mengetahui peranan dan hasil
pelaksanaan fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) terhadap
Pemerintah Kabupaten.
2. Mengetahui faktor penghambat
pelaksanaan fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) terhadap
Pemerintah Kabupaten serta dapat memberi alternatif pemecahannya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Pengertian DPRD.
DPRD adalah Lembaga Politik Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah yang dibentuk di setiap propinsi dan kabupaten/ kota
pada umumnya dipahami sebagai lembaga yang menjalankan kekuasaan legilsatif,
dan karena itu biasa disebut dengan lembaga legilsatif di daerah.
2.2.
Tugas Dan Wewenang DPRD.
Secara tegas tugas dan wewenang DPRD dapat dilihat dari
ketentuan pasal 42 ayat (1) Undang-Undang Nomor.32 tahun 2004, sebagai berikut
:
1.
Membentuk perda
yang dibahas dengan Kepala Daerah untuk mendapat persetujuan bersama.
2.
Membahas dan
menyetujui Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD bersama dengan Kepala
Daerah.
3.
Melaksanakan
pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah dan peraturan
Perundang-undangan lainnya, Peraturan Kepala Daerah, APBD, kebijakan Pemerintah
Daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah, dan kerja sama
Internasional di Daerah.
4.
Mengusulkan
pengangkatan dan pemberhentian Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah kepada
presiden melalui Menteri Dalam Negeri bagi DPRD Povinsi dan kepada Menteri
Dalam Negeri melalui Gubernur bagi DPRD kabupaten/kota.
5.
Memilih Wakil
Kepala Daerah dalam hal terjadi kekosongan jabatan Wakil Kepala Daerah.
6.
Memberikan
pendapat dan pertimbangan kepada Pemerintah Daerah terhadap rencana perjanjian
Internasional di daerah.
7.
Memberikan
persetujuan terhadap rencana kerja sama Internasional yang dilakukan oleh
Pemerintah Daerah.
8.
Meminta laporan
keterangan pertanggung jawaban Kepala Daerah dalam penyelenggaraan Pemerintah
Daerah.
9.
Membentuk panitia
pengawas Pemilihan Kepala Daerah
10. Melakukan pengawasan dan meminta laporan KPUD dalam
penyelenggaraan pemilihan Kepala Daerah.
11. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama antar
daerah dan dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Permasalahn Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dalam Pelaksanaan fungsi
pengawasan
Kepemerintahan daerah yang baik (good local governance) merupakan issue
yang paling mengemuka dalam pengelolaan administrasi publik dewasa ini.
Tuntutan gagasan yang dilakukan masyarakat kepada pemerintah untuk pelaksanaan
penyelenggaraan pemerintahan daerah yang baik adalah sejalan dengan
meningkatnya pengetahuan masyarakat di samping adanya globalisasi pergeseran
paradigm pemerintahan dari “rulling government” yang terus bergerak menuju
“good governance” dipahami sebagai suatu fenomena berdemokrasi secara adil.
Untuk itu perlu memperkuat peran dan fungsi DPRD agar eksekutif dapat
menjalankan tugasnya dengan baik.
DPRD yang seharusnya mengontrol jalannya pemerintahan agar selalu sesuai
dengan aspirasi masyarakat, bukan sebaliknya merusak dan mengkondisikan
Eksekutif untuk melakukan penyimpangan-penyimpangan terhadap aturan – aturan
yang berlaku, melakukan kolusi dalam pembuatan anggaran agar menguntungkan
dirinya, serta setiap kegiatan yang seharusnya digunakan untuk mengontrol
eksekutif, justru sebaliknya digunakan sebagai kesempatan untuk “memeras”
eksekutif sehingga eksekutif perhatiannya menjadi lebih terfokus untuk
memanjakan anggota DPRD dibandingkan dengan masyarakat keseluruhan.
Dengan demikian tidak aneh, apabila dalam beberapa waktu yang lalu
beberapa anggota DPRD dari berbagai Kota/Kabupaten ataupun provinsi banyak yang
menjadi tersangka atau terdakwa dalam berbagai kasus yang diindikasikan
korupsi. Hal ini yang sangat disesalkan oleh semua pihak, perilaku kolektif
anggota dewan yang menyimpang dan cenderung melanggar aturan-aturan hukum yang
berlaku.
Walaupun maraknya korupsi di DPRD ini secara kasat mata banyak diketahui
masyarakat namun yang diadili dan ditindak lanjuti oleh aparat penegak hukum,
sangatlah sedikit. Faktor ini dapat memicu ketidakpuasan masyarakat terhadap
supremasi hukum di Negara kita. Elite politik yang seharusnya memberikan contoh
dan teladan kepada masyarakat justru melakukan tindakan-tindakan yang tidak
terpuji, memperkaya diri sendiri, dan bahkan melakukan pelanggaran hukum secara
kolektif. Lemahnya penegakan hukum ini dapat memicu terjadinya korupsi secara
kolektif oleh elite politik terutama anggota DPRD ini.
Walaupun pada
kenyataannya masih terdapat permasalahan dan kelemahan yaitu masih rendahnya
peranan lembaga legislatif dalam hal ini DPRD dalam keseluruhan proses atau
siklus anggaran, baik dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, pelaporan maupun
pengawasan program kerja lembaga eksekutif (Pemerintah Daerah). Akibatnya
program kerja yang ada dalam anggaran daerah belum sesuai dengan prioritas dan
preferensi daerah. Program kerja tersebut cenderung merupakan arahan dari
pemerintah atasan, yaitu Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Propinsi.
Kelemahan yang
terjadi atas peranan legislatif dalam pengawasan keuangan daerah dapat mungkin
terjadi karena kelemahan sistem politiknya ataupun individu sebagai pelaku
politik. Dalam pendekatan behaviorisme, individulah yang dipandang secara
aktual melakukan kegiatan politik, sedangkan perilaku lembaga politik pada
dasarnya merupakan perilaku individu dengan pola tertentu. Oleh karena itu untuk
menjelaskan perilaku suatu lembaga yang perlu ditelaah bukan lembaganya,
melainkan latar belakang individu yang secara aktual mengendalikan lembaga.
3.2. Faktor penghambat
dalam pelaksanaan fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
terhadap Pemerintahan Kabupaten.
Fungsi utama DPRD
adalah untuk mengontrol jalannya pemerintahan di daerah, sedangkan berkenaan
dengan fungsi legislatif, posisi DPRD bukanlah aktor yang dominan. Pemegang
kekuasaan yang dominan di bidang legislatif itu tetap Gubernur atau
Bupati/Walikota. Bahkan dalam UU No.22/1999, Gubernur dan Bupati/Walikota
diwajibkan mengajukan rancangan Peraturan Daerah dan menetapkannya menjadi
Peraturan Daerah dengan persetujuan DPRD. Artinya, DPRD itu hanya bertindak
sebagai lembaga pengendali atau pengontrol yang dapat menyetujui atau bahkan
menolak sama sekali ataupun menyetujui dengan perubahan-perubahan tertentu, dan
sekali-sekali dapat mengajukan usul inisiatif sendiri mengajukan rancangan
Peraturan Daerah.
Dari fungsi
utama DPRD dapat dimengerti bahwa sebenarnya, lembaga
parlemen itu adalah lembaga politik, dan karena itu pertama-tama haruslah
dipahami sebagai lembaga politik. Sifatnya sebagai lembaga politik itu
tercermin dalam fungsinya untuk mengawasi jalannya pemerintahan, sedangkan
fungsi legislasi lebih berkaitan dengan sifat-sifat teknis yang banyak
membutuhkan prasyarat-prasyarat dan dukungan-dukungan yang teknis pula. Sebagai
lembaga politik, prasyarat pokok untuk menjadi anggota parlemen itu adalah
kepercayaan rakyat, bukan prasyarat keahlian yang lebih bersifat teknis
daripada politis. Meskipun seseorang bergelar Prof. Dr. jika yang bersangkutan
tidak dipercaya oleh rakyat, ia tidak bisa menjadi anggota parlemen. Tetapi,
sebaliknya, meskipun seseorang tidak tamat sekolah dasar, tetapi ia mendapat
kepercayaan dari rakyat, maka yang bersangkutan paling ‘legitimate’ untuk
menjadi anggota parlemen.
Perannya
sebagai wakil rakyat yang secara aktif mengawasi jalannya pemerintahan di
daerah masing-masing umumnya
masih mempunyai kelemahan-kelemahan antara lain sebagai berikut :
1.
Faktor-faktor langsung personal background,
political background, dan pengetahuan dewan tentang pengawasan,
2.
faktor-faktor tidak langsung adalah partisipasi
masyarakat, dan transparansi kebijakan publik.
3.
Kurang memiliki pengetahuan dan pemahaman yang
memadai, selain itu seringkali kurang diback up data atau informasi yang
akurat.
4.
Belum jelasnya kriteria untuk mengevaluasi
kinerja Eksekutif, karena Daerah belum sepenuhnya menerapkan anggaran kinerja
dengan indikator keberhasilan yang jelas.
5.
Hal tersebut mengakibatkan penilaian yang
subjektif.
6.
Terkadang pengawasan berlebihan dan/atau
KKN dengan Eksekutif.
Serta
hal lain yang paling mempengaruhi lemahnya pengawasan DPRD terhadap pemerintah
daerah adalah kelahiran Undang-undang 32 tahun
2004 menegaskan bahwa pertanggungjawaban tersebut hanya sebatas
"menginformasikan" saja. Sejauh mana respons masyarakat memengaruhi
kinerja dan karier kepala daerah, belum ada kejelasan. Kenyataan seperti ini,
berimbas pada pola hubungan yang terjadi antara DPRD dengan kepala daerah. Dalam pola hubungan
seperti ini, DPRD tidak dapat menjatuhkan kepala daerah, dan sebaliknya kepala
daerah tidak memiliki akses untuk membubarkan DPRD.
Peran
dan kemampuan DPRD dalam menjalankan fungsinya tidak saja ditentukan oleh
kualitas tetapi juga dipengaruhi oleh perilaku dan sikap anggotanya. Adapun
beberapa faktor yang mempengaruhi sikap, perilaku, dan peran legislatif yaitu
institusi politik, partai politik, karakteristik personal (latar belakang,
sosialisasi, nilai dan ideologi), pengalaman politik dan sifat pemilih. DPRD
akan dapat memainkan peranannya dengan baik apabila pimpinan dan
anggota-anggotanya berada dalam kualifikasi ideal, dalam arti memahami
benar hak, tugas, dan wewenangnya dan
mampu mengaplikasikannya secara baik.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan.
DPRD yang seharusnya mengontrol jalannya pemerintahan
agar selalu sesuai dengan aspirasi masyarakat, bukan sebaliknya merusak dan
mengkondisikan Eksekutif untuk melakukan penyimpangan-penyimpangan terhadap
aturan – aturan yang berlaku, melakukan kolusi dalam pembuatan anggaran agar
menguntungkan dirinya, serta setiap kegiatan yang seharusnya digunakan untuk
mengontrol eksekutif, justru sebaliknya digunakan sebagai kesempatan untuk
“memeras” eksekutif sehingga eksekutif perhatiannya menjadi lebih terfokus
untuk memanjakan anggota DPRD dibandingkan dengan masyarakat keseluruhan
Lemahnya pengawasan
DPRD terhadap eksekutif daerah di dasarkan oleh beberapa alasan yaitu:
1.
kurang memiliki
pengetahuan dan pemahaman yang memadai, selain itu seringkali kurang diback up
data atau informasi yang akurat.
2.
Belum
jelasnya kriteria untuk mengevaluasi kinerja Eksekutif.
4.2. Saran
Agar dapat mengimbangi gerak langkah
kepala daerah dan unsur pelaksananya, terutama untuk memperkuat fungsi pengawasan adalah dengan
1.
Mengembangkan
prosedur dan teknik-teknik pengawasan, karena dengan keberhasilan fungsi
ini akan memberikan kredibilitas yang tinggi kepada DPRD. Dapat dipikirkan pula
apakah pengawasan akan masuk pada soal-soal administratif,
2.
Penguatan
fungsi legislatif tersebut dapat dilaksanakan dengan konsisten dan terprogram,
dapat diharapkan adanya peningkatan performance DPRD.
DAFTAR PUSTAKA
H.A. Kartiwa, Good Local Governance :
Membangun Birokrasi Pemerintah yang Bersih dan Akuntabel, (makalah), 2006.
Indra
Perwira, Tinjauan Umum Peran dan Fungsi DPRD, KPK Jakarta, 2006.
Undang-Undang Nomor.32 tahun 2004 Tentang Pemerinthan
Daerah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar