Kamis, 24 Mei 2012

TANTANGAN DAN PERMASALAHAN DALAM PELAKSANAAN PENGAWASAN POLITIK / LEGISLATIF OLEH DPRD.

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar belakang
Demokrasi adalah salah satu tuntutan terciptanya penyelenggaraan pemerintah di Kabupaten yang mencerminkan peranan rakyat. Salah satunya adalah peranan lembaga perwakilan rakyat yang dikenal dengan sebutan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Adapun salah satu indikatornya adalah peranan DPRD dalam pelaksanaan fungsi pengawasan terhadap Pemerintah Kabupaten. Dalam hal ini dapat disimak pendapat Bagir Manan dalam bukunya Menyongsong Fajar Otonomi Daerah yang menyatakan bahwa : “Demokrasi memang menuntut agar DPRD dapat berperan secara wajar dan menuntut keterbukaan. Kepala Daerah dan jajarannya bukan alat kekuasaan sentralisme yang lebih menampakkan diri sebagai penggerak dengan simbol-simbol dan tingkah laku otoratian, melainkan sebagai penyelenggara pemerintahan yang bertanggung jawab dan harus tunduk pada pengawasan publik untuk mewujudkan kesejahteraan umum didaerahnya.
DPRD, khususnya dalam pemerintahan diatur dalam Undang-Undang Nomor.32 Tahun 2004 Pasal 40 yaitu DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintah daerah. kedudukan yang sejajar dan menjadi mitra Pemerintah Daerah ini bertujuan untuk menjamin pelaksanaan tugas dan wewenang dapat berlangsung seimbang. Berkaitan dengan tugas dan wewenang dibidang pengawasan diharapkan sebagai lembaga perwakilan pemilik kekuasaan (rakyat) DPRD Khususnya Kabupaten harus mampu memainkan perananya secara optimal dengan mengemban fungsi kontrol terhadap jalannya pemerintahan di Kabupaten. Tujuannya adalah terwujudnya pemerintahan daerah yang efisien. Efektif, bersih berwibawa dan terbebas dari berbagai praktik yang berindikasi KKN
Berlandaskan kepada undang-undang, secara teoritis gambaran ideal peranan DPRD Kabupaten Ogan Ilir dalam pelaksanaan fungsi pengawasan terhadap Pemerintahan Kabupaten tentulah semua berlaku bagi setiap DPRD di seluruh Wilayah Negara Republik Indonesia. Sebab, undang-undangnya memang sama. Namun didalam praktek penyelenggaraan pemerintah daerah, optimalisasi peranan DPRD di masing-masing daerah bisa berbeda. Undang-undang bukanlah satu-satunya faktor penentu, tetapi masih banyak faktor lain yang dapat mempengaruhi, baik yang bersumber dari faktor internal daerah terkait ataupun eksternal dalam arti luas (menyangkut berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara).
Menurut salah satu sumber dalam media elektronik menungkapkan bahwa fung­si DP­RD se­ba­gai wa­kil rak­yat un­tuk me­nga­wa­si pem­ba­ngun­an yang di­­lak­sanakan oleh eksekutif, yakni pemerintah kabupaten (pem­kab), dinilai masih lemah. Hal itu diungkapkan sendiri oleh salah satu anggota DPRD Se­ruyan, Yulhaidir Menurutnya, pengawasan da­ri para DPRD terhadap pe­lak­sa­naan pemerintahan masih sa­ngat lemah, termasuk pengawasan dalam hal proyek pembangunan fisik. Ia menambahkan, ada beberapa faktor yang mem­buat fungsi pengawasan DP­RD lemah. “Karena ada kepentingan dari para DPRD itu sendiri dan adanya unsur po­litik,”. Anggota DPRD berasal dari ber­bagai partai. Setiap partai pas­ti memiliki kepentingan ma­sing-masing.
Selain itu, indi­vi­du dari para DPRD itu juga sangat memengaruhi. “Apa se­benarnya tujuan menjadi ang­gota dewan? Apakah untuk mewakili rakyat atau yang lainnya? Bisa dinilai sendiri.” ucap politisi dari partai Ha­nura itu. Meski begitu, sebagai salah satu anggota Badan Anggaran (Banggar), ia akan berusaha secara intensif untuk mengawasi proyek-proyek yang dilakukan pemerintah. “Saya akan berusa­ha maksimal mengawasi jalannya proyek. Sebelumnya saya ju­ga sudah mengimbau kepada para rekanan atau kontraktor agar memasang papan proyek. Sehingga proyek yang dilaksa­nakan bisa transparan.”
Dari fenomena yang di ungkapkan sendiri oleh salah satu anggota DPRD RI dapat di pahami bahwa peranan DPRD dalam pelaksanaan fungsi pengawasan terhadap Pemerintah Kabupaten tentulah tidak sederhana membaca undang-undang. Sementara pengetahuan dimana sangat diperlukan oleh masyarakat luas agar dapat diketahui sejauh mana pemerintah di Kabupaten sebagai salah satu prestasi era reformasi dapat dipetik manfaatnya oleh rakyat.
1.2.Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka masalah yang menyangkut peranan DPRD dalam pelaksanaan fungsi pengawasan terhadap Pemerintah di Kabupaten dapat dirumuskan :
1.    Bagaimanakah peranan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dalam pelaksanaan fungsi pengawasan terhadap Pemerintah Kabupaten.
2.    Apakah faktor penghambat dalam pelaksanaan fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) terhadap Pemerintahan Kabupaten.
1.3.Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini dilakukan dengan tujuan-tujuan yang dapat ditegaskan sebagai berikut :
1.      Mengetahui peranan dan hasil pelaksanaan fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) terhadap Pemerintah Kabupaten.
2.      Mengetahui faktor penghambat pelaksanaan fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) terhadap Pemerintah Kabupaten serta dapat memberi alternatif pemecahannya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.  Pengertian DPRD.
DPRD adalah Lembaga Politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang dibentuk di setiap propinsi dan kabupaten/ kota pada umumnya dipahami sebagai lembaga yang menjalankan kekuasaan legilsatif, dan karena itu biasa disebut dengan lembaga legilsatif di daerah.
2.2.  Tugas Dan Wewenang DPRD.
Secara tegas tugas dan wewenang DPRD dapat dilihat dari ketentuan pasal 42 ayat (1) Undang-Undang Nomor.32 tahun 2004, sebagai berikut :
1.      Membentuk perda yang dibahas dengan Kepala Daerah untuk mendapat persetujuan bersama.
2.      Membahas dan menyetujui Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD bersama dengan Kepala Daerah.
3.      Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah dan peraturan Perundang-undangan lainnya, Peraturan Kepala Daerah, APBD, kebijakan Pemerintah Daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah, dan kerja sama Internasional di Daerah.
4.      Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah kepada presiden melalui Menteri Dalam Negeri bagi DPRD Povinsi dan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur bagi DPRD kabupaten/kota.
5.      Memilih Wakil Kepala Daerah dalam hal terjadi kekosongan jabatan Wakil Kepala Daerah.
6.      Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada Pemerintah Daerah terhadap rencana perjanjian Internasional di daerah.
7.      Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama Internasional yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah.
8.      Meminta laporan keterangan pertanggung jawaban Kepala Daerah dalam penyelenggaraan Pemerintah Daerah.
9.      Membentuk panitia pengawas Pemilihan Kepala Daerah
10.  Melakukan pengawasan dan meminta laporan KPUD dalam penyelenggaraan pemilihan Kepala Daerah.
11.  Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama antar daerah dan dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah.

BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Permasalahn Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dalam Pelaksanaan fungsi pengawasan
Kepemerintahan daerah yang baik (good local governance) merupakan issue yang paling mengemuka dalam pengelolaan administrasi publik dewasa ini. Tuntutan gagasan yang dilakukan masyarakat kepada pemerintah untuk pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang baik adalah sejalan dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat di samping adanya globalisasi pergeseran paradigm pemerintahan dari “rulling government” yang terus bergerak menuju “good governance” dipahami sebagai suatu fenomena berdemokrasi secara adil. Untuk itu perlu memperkuat peran dan fungsi DPRD agar eksekutif dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
DPRD yang seharusnya mengontrol jalannya pemerintahan agar selalu sesuai dengan aspirasi masyarakat, bukan sebaliknya merusak dan mengkondisikan Eksekutif untuk melakukan penyimpangan-penyimpangan terhadap aturan – aturan yang berlaku, melakukan kolusi dalam pembuatan anggaran agar menguntungkan dirinya, serta setiap kegiatan yang seharusnya digunakan untuk mengontrol eksekutif, justru sebaliknya digunakan sebagai kesempatan untuk “memeras” eksekutif sehingga eksekutif perhatiannya menjadi lebih terfokus untuk memanjakan anggota DPRD dibandingkan dengan masyarakat keseluruhan.
Dengan demikian tidak aneh, apabila dalam beberapa waktu yang lalu beberapa anggota DPRD dari berbagai Kota/Kabupaten ataupun provinsi banyak yang menjadi tersangka atau terdakwa dalam berbagai kasus yang diindikasikan korupsi. Hal ini yang sangat disesalkan oleh semua pihak, perilaku kolektif anggota dewan yang menyimpang dan cenderung melanggar aturan-aturan hukum yang berlaku. 
Walaupun maraknya korupsi di DPRD ini secara kasat mata banyak diketahui masyarakat namun yang diadili dan ditindak lanjuti oleh aparat penegak hukum, sangatlah sedikit. Faktor ini dapat memicu ketidakpuasan masyarakat terhadap supremasi hukum di Negara kita. Elite politik yang seharusnya memberikan contoh dan teladan kepada masyarakat justru melakukan tindakan-tindakan yang tidak terpuji, memperkaya diri sendiri, dan bahkan melakukan pelanggaran hukum secara kolektif. Lemahnya penegakan hukum ini dapat memicu terjadinya korupsi secara kolektif oleh elite politik terutama anggota DPRD ini.
Walaupun pada kenyataannya masih terdapat permasalahan dan kelemahan yaitu masih rendahnya peranan lembaga legislatif dalam hal ini DPRD dalam keseluruhan proses atau siklus anggaran, baik dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, pelaporan maupun pengawasan program kerja lembaga eksekutif (Pemerintah Daerah). Akibatnya program kerja yang ada dalam anggaran daerah belum sesuai dengan prioritas dan preferensi daerah. Program kerja tersebut cenderung merupakan arahan dari pemerintah atasan, yaitu Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Propinsi.
Kelemahan yang terjadi atas peranan legislatif dalam pengawasan keuangan daerah dapat mungkin terjadi karena kelemahan sistem politiknya ataupun individu sebagai pelaku politik. Dalam pendekatan behaviorisme, individulah yang dipandang secara aktual melakukan kegiatan politik, sedangkan perilaku lembaga politik pada dasarnya merupakan perilaku individu dengan pola tertentu. Oleh karena itu untuk menjelaskan perilaku suatu lembaga yang perlu ditelaah bukan lembaganya, melainkan latar belakang individu yang secara aktual mengendalikan lembaga.
3.2. Faktor penghambat dalam pelaksanaan fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) terhadap Pemerintahan Kabupaten.
            Fungsi utama DPRD adalah untuk mengontrol jalannya pemerintahan di daerah, sedangkan berkenaan dengan fungsi legislatif, posisi DPRD bukanlah aktor yang dominan. Pemegang kekuasaan yang dominan di bidang legislatif itu tetap Gubernur atau Bupati/Walikota. Bahkan dalam UU No.22/1999, Gubernur dan Bupati/Walikota diwajibkan mengajukan rancangan Peraturan Daerah dan menetapkannya menjadi Peraturan Daerah dengan persetujuan DPRD. Artinya, DPRD itu hanya bertindak sebagai lembaga pengendali atau pengontrol yang dapat menyetujui atau bahkan menolak sama sekali ataupun menyetujui dengan perubahan-perubahan tertentu, dan sekali-sekali dapat mengajukan usul inisiatif sendiri mengajukan rancangan Peraturan Daerah.
Dari fungsi utama DPRD dapat dimengerti bahwa sebenarnya, lembaga parlemen itu adalah lembaga politik, dan karena itu pertama-tama haruslah dipahami sebagai lembaga politik. Sifatnya sebagai lembaga politik itu tercermin dalam fungsinya untuk mengawasi jalannya pemerintahan, sedangkan fungsi legislasi lebih berkaitan dengan sifat-sifat teknis yang banyak membutuhkan prasyarat-prasyarat dan dukungan-dukungan yang teknis pula. Sebagai lembaga politik, prasyarat pokok untuk menjadi anggota parlemen itu adalah kepercayaan rakyat, bukan prasyarat keahlian yang lebih bersifat teknis daripada politis. Meskipun seseorang bergelar Prof. Dr. jika yang bersangkutan tidak dipercaya oleh rakyat, ia tidak bisa menjadi anggota parlemen. Tetapi, sebaliknya, meskipun seseorang tidak tamat sekolah dasar, tetapi ia mendapat kepercayaan dari rakyat, maka yang bersangkutan paling ‘legitimate’ untuk menjadi anggota parlemen.
Perannya sebagai wakil rakyat yang secara aktif mengawasi jalannya pemerintahan di daerah  masing-masing umumnya masih mempunyai kelemahan-kelemahan antara lain sebagai berikut :
1.    Faktor-faktor langsung personal background, political background, dan pengetahuan dewan tentang pengawasan,
2.    faktor-faktor tidak langsung adalah partisipasi masyarakat, dan transparansi kebijakan publik.
3.    Kurang memiliki pengetahuan dan pemahaman yang memadai, selain itu seringkali kurang diback up data atau informasi yang akurat.
4.    Belum jelasnya kriteria untuk mengevaluasi kinerja Eksekutif, karena Daerah belum sepenuhnya menerapkan anggaran kinerja dengan indikator keberhasilan yang jelas.
5.    Hal tersebut mengakibatkan penilaian yang subjektif.
6.    Terkadang pengawasan berlebihan dan/atau KKN dengan Eksekutif.
Serta hal lain yang paling mempengaruhi lemahnya pengawasan DPRD terhadap pemerintah daerah adalah kelahiran Undang-undang 32 tahun 2004 menegaskan bahwa pertanggungjawaban tersebut hanya sebatas "menginformasikan" saja. Sejauh mana respons masyarakat memengaruhi kinerja dan karier kepala daerah, belum ada kejelasan. Kenyataan seperti ini, berimbas pada pola hubungan yang terjadi antara DPRD dengan kepala daerah. Dalam pola hubungan seperti ini, DPRD tidak dapat menjatuhkan kepala daerah, dan sebaliknya kepala daerah tidak memiliki akses untuk membubarkan DPRD.
Peran dan kemampuan DPRD dalam menjalankan fungsinya tidak saja ditentukan oleh kualitas tetapi juga dipengaruhi oleh perilaku dan sikap anggotanya. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi sikap, perilaku, dan peran legislatif yaitu institusi politik, partai politik, karakteristik personal (latar belakang, sosialisasi, nilai dan ideologi), pengalaman politik dan sifat pemilih. DPRD akan dapat memainkan peranannya dengan baik apabila pimpinan dan anggota-anggotanya berada dalam kualifikasi ideal, dalam arti memahami benar  hak, tugas, dan wewenangnya dan mampu mengaplikasikannya secara baik.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan.
DPRD yang seharusnya mengontrol jalannya pemerintahan agar selalu sesuai dengan aspirasi masyarakat, bukan sebaliknya merusak dan mengkondisikan Eksekutif untuk melakukan penyimpangan-penyimpangan terhadap aturan – aturan yang berlaku, melakukan kolusi dalam pembuatan anggaran agar menguntungkan dirinya, serta setiap kegiatan yang seharusnya digunakan untuk mengontrol eksekutif, justru sebaliknya digunakan sebagai kesempatan untuk “memeras” eksekutif sehingga eksekutif perhatiannya menjadi lebih terfokus untuk memanjakan anggota DPRD dibandingkan dengan masyarakat keseluruhan
Lemahnya pengawasan DPRD terhadap eksekutif daerah di dasarkan oleh beberapa alasan yaitu:
1.        kurang memiliki pengetahuan dan pemahaman yang memadai, selain itu seringkali kurang diback up data atau informasi yang akurat.
2.        Belum jelasnya kriteria untuk mengevaluasi kinerja Eksekutif.
4.2. Saran
Agar dapat mengimbangi gerak langkah kepala daerah dan unsur pelaksananya, terutama untuk memperkuat fungsi pengawasan adalah dengan
1.    Mengembangkan prosedur dan teknik-teknik pengawasan,  karena dengan keberhasilan fungsi ini akan memberikan kredibilitas yang tinggi kepada DPRD. Dapat dipikirkan pula apakah pengawasan akan masuk pada soal-soal administratif,
2.    Penguatan fungsi legislatif tersebut dapat dilaksanakan dengan konsisten dan terprogram, dapat diharapkan adanya peningkatan performance DPRD.
DAFTAR PUSTAKA
H.A. Kartiwa, Good Local Governance : Membangun Birokrasi Pemerintah yang Bersih dan Akuntabel, (makalah), 2006.
Indra Perwira, Tinjauan Umum Peran dan Fungsi DPRD, KPK Jakarta, 2006.
Undang-Undang Nomor.32 tahun 2004 Tentang Pemerinthan Daerah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar