Kamis, 24 Mei 2012


PARTAI PEMENANG PEMILU TAHUN 2004

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Partai Golongan Karya (Golkar) adalah salah satu partai politik besar di Indonesia. Bahkan pada masa jayanya di zaman Soeharto, partai ini terus mendapatkan kemenangan setiap pemilihan umum dilaksanakan. Ketika Soeharto turun dari jabatan presiden karena tuntutan reformasi pada tahun 1998, Golkar mulai merasakan goncangan politik dan dihujat oleh masyarakat Indonesia. Golkar dipandang sebagai partai politik yang menyebabkan terjadinya krisis di Indonesia dan dihujat karena praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Tak heran, kalau pada pemilihan umum 1999, satu tahun setelah Soeharto jatuh, partai ini tidak lagi menjadi pemenang pemilu, Golkar dikalahkan Partai Demokrasi Perjuangan (PDIP) pimpinan Megawati Soekarno Putri.
Meskipun kalah pada pemilu 1999, dengan kepiawaian ketuanya Akbar Tanjung, Golkar mampu cepat berintrospeksi dan berkonsolidasi yang akhirnya memenangkan kembali pemilihan umum 2004. Sayang waktu itu Akbar dikalahkan oleh Wiranto dalam konvensi partai Golkar untuk menjadi calon presiden, dan akhirnya Wiranto pun kalah oleh Yudhoyono dalam pemilihan presiden tahun 2004. Kekalahan Golkar menjadikan Wiranto sebagai presiden dan kemenangan Jusuf Kalla (kader Golkar) menjadi wakil presiden yang berpasangan dengan Yudhoyono membuat Akbar diganti oleh Kalla sebagai Ketua Umum Partai Golkar pada tahun 2004.
Banyak orang meramalkan bahwa Golkar, pendukung utama rezim militer Orde Baru, akan tumbang bersamaan dengan runtuhnya rezim. Setelah dua kali pemilu pasca-Orde Baru dilaksanakan, terbukti ramalan itu keliru. Golkar nyaris tidak beringsut dari sentrum kekuasaan yang digenggamnya selama lebih dari empat dekade. Namun, pergulatan di dalam tubuh Golkar dan perubahan kontestasi politik lokal dapat mengubah peta dukungan terhadap Golkar.
Sejarah panjang eksistensi Golkar tak bisa dilepaskan dari peran institusi militer, terutama Angkatan Darat, dalam kehidupan politik masyarakat Indonesia pascarevolusi kemerdekaan. Pada tahun 1960-an, pimpinan AD melihat kekuatan PKI semakin besar. Untuk membendung pengaruh politik kiri, AD membentuk beberapa lembaga yang berafiliasi dengannya. Berbagai Badan Kerja Sama (BKS) militer dengan masyarakat sipil pun dibentuk, seperti BKS Pemuda-Militer, BKS Ulama-Militer, maupun organisasi, seperti SOKSI (Sentral Organisasi Karyawan Sosialis Indonesia), Koperasi Simpan Tabungan Gotong Royong (Kosgoro), dan Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR).
Organisasi-organisasi inilah yang menjadi cikal bakal terbentuknya Sekretariat Bersama Golongan Karya (Sekber Golkar) pada 20 Oktober 1964. Menurut Leo Suryadinata, seperti tercantum di dalam bukunya Military Ascendancy And Political Culture: A Study of Indonesia’s Golkar, saat pembentukan itu sekitar 60-an organisasi buruh, pemuda, perempuan, sarjana dan pelajar, media, serta nelayan dan petani turut bergabung. Namun, pengaruh Sekber Golkar baru benar-benar menguat pasca-1965, setelah militer memenangi pertarungan antarelite politik saat itu.
Ketika kekuasaan beralih dari Soekarno ke Soeharto, terjadi penyederhanaan organisasi di dalam tubuh Sekber Golkar. Meskipun langkah ini tidak terlalu mudah dilakukan, pada akhir 1969 Sekber Golkar telah dirampingkan menjadi tujuh Kino (Kelompok Induk Organisasi), di antaranya Kino Kosgoro, Kino SOKSI, Kino MKGR, dan Kino Ormas Hankam. Penyederhanaan ini pada dasarnya merupakan persiapan menghadapi Pemilu 1971. Penyederhanaan ini tidak mudah karena sebagian organisasi ingin tetap mempertahankan jati dirinya. Kelak terbukti, perbedaan paham politik itu turut andil dalam lahirnya parpol-parpol baru dari unsur elite politik Golkar.
Tiga institusi lain yang berperan besar mendukung Sekber Golkar dalam persiapan Pemilu 1971 adalah Bapilu (Badan Pemenangan Pemilu), Kokarmendagri (Korps Karyawan Kementrian Dalam Negeri), serta komando militer lokal. Ketiganya memastikan bahwa pegawai negeri sipil tidak lagi berafiliasi dengan partai politik dan memilih Sekber Golkar. Suryadinata menyebutkan, pada periode inilah Sekber Golkar mulai berfungsi sebagai mesin elektoral untuk menjamin posisi dominan militer di dalam politik.
Hasil dari berbagai upaya tersebut mengejutkan pemimpin partai-partai politik. Dalam Pemilu 1971, Sekber Golkar menang telak dengan 62,8 persen suara yang setara dengan 227 kursi parlemen, sementara Partai NU hanya mendapat 18 persen (58 kursi) dan PNI 6,93 persen (20 kursi). Komposisi ini hampir mengubah total peta kekuatan politik Pemilu 1955 yang sebelumnya dikuasai PNI, Masyumi, NU, dan PKI. Di sisi lain, kemenangan ini menumbuhkan percaya diri Sekber Golkar, yang kemudian resmi berganti nama menjadi Golkar dan menjadi partai penguasa (the ruling party).
Sejarah mencatat, kelihaian politik dan kekuatan jaringan politik Golkar membuat kemenangan itu berulang terus dalam lima kali pemilu pasca-1971. Pada pemilu terakhir era Orde Baru, yaitu Pemilu 1997, Golkar bahkan mendapat perolehan suara tertinggi, yaitu 74,5 persen suara. Di di luar Jawa, seperti beberapa provinsi di Sulawesi, perolehan suara Golkar bahkan mencapai 90 persen lebih.
Tiga ”pilar” kemenangan politik, yaitu militer, birokrasi, dan teknokrat, merupakan penopang utama Golkar. Takashi Shiraishi di dalam artikel berjudul Dukuh: A Golkar Village, memaparkan bahwa institusi militer dan birokrasi menjamin adanya ”partisipasi” politik yang bersifat top-down, dengan menciptakan stabilitas politik yang terkontrol, yang pada gilirannya melancarkan kerja para teknokrat menjalankan pembangunan ekonomi.
Kedigdayaan Partai Golkar kian memudar. Kekuatan elektoral partai yang selalu berjaya di pemilu-pemilu era Orde Baru itu kini mulai terancam mengalami masa paceklik politik. Indikasi itu terlihat dari penurunan suara Golkar dari pemilu ke pemilu. Di pemilu terakhir Orde Baru 1997, Golkar memperoleh kemenangan mutlak dengan capaian suara 74.1 persen dan menurun drastis menjadi 22.3 persen di Pemilu 1999. Persentase suara Golkar anjlok lagi di Pemilu 2004  menjadi 21.5 persen. Posisi Golkar kian terperosok di Pemilu 2009 lalu, menjadi 14 persen.
Partai Golkar juga tersungkur di pilpres 8 Juli 2009 yang menempatkan pasangan JK-Win sebagai juru kunci dengan angka sekitar 12 persen sebagai penyempurna kekalahan Golkar. Selain itu, Partai Golkar juga gagal bertarung di sejumlah pilkada bergengsi, seperti Sulawesi Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, Sumatera Barat dan Bali. Oleh sebab itulah dalam makalah ini akan dibahas mengenai pemilu yang diselenggarakan tahun 2004 dan partai pemenang pemilu tahun 2004.
1.2  Rumusan Masalah
Adapun untuk mempermudah pembahasan dalam makalah ini penulis merumuskan maslah sebagai berikut :
1)      Bagaimana jalannya Pemilu Tahun 2004?
2)      Faktor apa saja yang menjadikan Partai Golkar Memenangi Pemilu Tahun 2004?
3)      Partai apakah yang diprediksi menjadi pemenang Pemilu Tahun 2014?
1.3  Tujuan Penulisan
               Tujuan penulisan makalsh ini dimaksukan bagi penulis dan pembaca untuk Untuk mengetahui bagaimana proses jalannya pemilu tahun 2004,  dari partai yang berkompetisi serta partai yang memenanginya. Kemudian juga untuk bisa mempridiksi partai yang akan menjadi pemenang pada pemilu tahun 2014 nanti.
BAB II
PEMILU TAHUN 2004
2.1.  Pelaksanaa Pemilihan Umum Tahun 2004.
Dalam sidang umum tahun 2002, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menambah 14 amandemen pada Undang-Undang Dasar 1945. Di antara amandemen tersebut, terdapat perubahan dalam badan legislatif. Dimulai dari tahun 2004, MPR akan terdiri dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Karena semua kursi di MPR akan dipilih secara langsung, militer diminta untuk dihilangkan dari dewan perwakilan. Perubahan dan pemilihan langsung Presiden dan Wakil Presiden merupakan langkah besar bagi Indonesia untuk mencapai demokrasi.
Pada 13 Juli 2003, Presiden Megawati Sukarnoputri menandatangani undang-undang yang menguraikan isi dari MPR. DPD baru akan terdiri dari empat perwakilan dari setiap provinsi di Indonesia. UU tersebut juga mengubah keanggotaan DPR menjadi 550 orang.  Pelaksanaa Pemilihan Umum Tahun 2004 5 April 2004 untuk memilih 550 anggotaDewan Perwakilan Rakyat (DPR), 128 anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota) se-Indonesia periode 2004-2009.
2.1.1.      Kampaye
Pada tahap awal pendaftaran, 150 partai mendaftar ke Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia. Jumlah ini lalu berkurang menjadi 50, dan akhirnya 24 setelah pemeriksaan yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Pengurangan ini dilakukan berdasarkan undang-undang pemilu baru yang hanya memperbolehkan partai dengan 2 persen kursi DPR atau 3 persen kursi di DPRD untuk ikut dalam pemilu 2004. Hanya enam partai yang memenuhi kriteria ini, dan partai-partai lainnya diwajibkan untuk melakukan merger atau reorganisasi menjadi partai baru.
Periode kampanye untuk partai dimulai pada 11 Maret dan berlanjut hingga 1 April. Kampanye ini terbagi menjadi dua fase karena dirayakannya Nyepi, hari raya umat Hindu. Partai-partai menyampaikan agenda nasional mereka antara 11 hingga 25 Maret. Namun, acara-cara tersebut tidak banyak dihadiri. Survey yang dilakukan oleh International Foundation for Electoral Systems menunjukan bahwa tidak semua pemilih tahu bagaimana memilih atau tidak mengetahui kandidat yang mereka pilih.
Tabel 2.1. Jadwal pemilu legislatif 2004
11 Maret–1 April
Kampanye calon legislative
2–4 April
Masa tenang
5 April
Hari pemilihan
21–30 April
Pengumuman hasil
Sumber:
Terdapat lebih dari 475.000 kandidat yang dinominasikan oleh partai politik dalam tingkat nasional, provinsial dan kabupaten, lebih dari 1.200 kandidat bersaing untuk 128 kursi DPD, serta 7.756 kandidat untuk 550 kursi DPR. Kandidat akan dipilih dalam sistem proporsional terbuka (open list).
2.1.2.      Hasil Pemilu.
Hasil pemilu ini menentukan partai politik mana yang dapat menyalonkan kandidatnya untuk pemilu presiden 2004 pada 5 Juli. Hanya partai yang memperoleh lima persen popular voteatau tiga persen kursi di DPR yang dapat menyalonkan kandidatnya. Partai yang tidak memenuhi kriteria tersebut harus bergabung dengan partai lain untuk memenuhi salah satu kriteria.
Hasil akhir pemilu yang diumumkan pada 5 Mei. Dari 148.000.369 pemilih terdaftar, 124.420.339 menggunakan hak pilihnya (84.06%). Dari total jumlah suara, 113.462.414 suara (91,19%) dinyatakan sah dan 10.957.925 tidak sah. Di DPR, Golkar mendapat kursi terbanyak  seperti halnya yang dapat di lihat pada tabel 3.1 di bawah ini :
Tabel 2.2. : Hasil Pemilihan Umum Tahun 2004-2009
No.
Partai
Jumlah Suara
Persentase
Jumlah Kursi
Persentase
Keterangan
1.
24.480.757
21,58%
128
23,27%
Lolos
2.
21.026.629
18,53%
109
19,82%
Lolos
3.
11.989.564
10,57%
52
9,45%
Lolos
4.
9.248.764
8,15%
58
10,55%
Lolos
5.
8.455.225
7,45%
(55)
10,00%
Lolos
6.
8.325.020
7,34%
45
8,18%
Lolos
7.
7.303.324
6,44%
(53)
9,64%
Lolos
8.
2.970.487
2,62%
11
2,00%
Lolos
9.
2.764.998
2,44%
(14)
2,55%
Lolos
10.
2.414.254
2,13%
(13)
2,36%
Lolos
11.
2.399.290
2,11%
2
0,36%
Lolos
12.
1.424.240
1,26%
1
0,18%
Lolos
13.
1.313.654
1,16%
(4)
0,73%
Lolos
14.
1.230.455
1,08%
(0)
0,00%
Tidak lolos
15.
1.073.139
0,95%
0
0,00%
Tidak Lolos
16.
923.159
0,81%
1
0,18%
Lolos
17.
895.610
0,79%
0
0,00%
Tidak Lolos
18.
878.932
0,77%
(3)
0,55%
Lolos
19.
855.811
0,75%
1
0,18%
Lolos
20.
842.541
0,74%
0
0,00%
Tidak Lolos
21.
679.296
0,60%
0
0,00%
Tidak Lolos
22.
672.952
0,59%
0
0,00%
Tidak Lolos
23.
657.916
0,58%
0
0,00%
Tidak Lolos
24.
636.397
0,56%
0
0,00%
Tidak Lolos
Jumlah
113.462.414
100,00%
550
100,00%
BAB III
PARTAI PEMENANG PEMILU TAHUN 2004
3.1.Gambaran Umum Partai Golongan Karya
Partai Golongan Karya (Partai Golkar), sebelumnya bernama Golongan Karya (Golkar) dan Sekretariat Bersama Golongan Karya (Sekber Golkar), adalah sebuah partai politik di Indonesia. Partai GOLKAR bermula dengan berdirinya Sekber GOLKAR di masa-masa akhir pemerintahan Presiden Soekarno, tepatnya 1964 oleh Angkatan Darat untuk menandingi pengaruh Partai Komunis Indonesia dalam kehidupan politik. Dalam perkembangannya, Sekber GOLKAR berubah wujud menjadi Golongan Karya yang menjadi salah satu organisasi peserta Pemilu.
Dalam Pemilu 1971 (Pemilu pertama dalam pemerintahan Orde Baru Presiden Soeharto), salah satu pesertanya adalah Golongan Karya dan mereka tampil sebagai pemenang. Kemenangan ini diulangi pada Pemilu-Pemilu pemerintahan Orde Baru lainnya, yaitu Pemilu 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Kejadian ini dapat dimungkinkan, karena pemerintahan Soeharto membuat kebijakan-kebijakan yang sangat mendukung kemenangan GOLKAR, seperti peraturan monoloyalitas PNS, dan sebagainya.
Setelah pemerintahan Soeharto selesai dan reformasi bergulir, GOLKAR berubah wujud menjadi Partai GOLKAR, dan untuk pertama kalinya mengikuti Pemilu tanpa ada bantuan kebijakan-kebijakan yang berarti seperti sebelumnya di masa pemerintahan Soeharto. Pada Pemilu 1999 yang diselenggarakan Presiden Habibie, perolehan suara Partai GOLKAR turun menjadi peringkat kedua setelah PDI-P.
Ketidakpuasan terhadap pemerintahan Megawati Soekarnoputri menjadi salah satu sebab para pemilih di Pemilu legislatif 2004 untuk kembali memilih Partai GOLKAR, selain partai-partai lainnya seperti Partai Demokrat, Partai Kebangkitan Bangsa, dan lain-lain. Partai GOLKAR menjadi pemenang Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif pada tahun 2004 dengan meraih 24.480.757 suara atau 21,58% dari keseluruhan suara sah.
Kemenangan tersebut merupakan prestasi tersendiri bagi Partai GOLKAR karena pada Pemilu Legislatif 1999, Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan mendominasi perolehan suara. Dalam Pemilu 1999, Partai GOLKAR menduduki peringkat kedua dengan perolehan 23.741.758 suara atau 22,44% dari suara sah. Sekilas Partai GOLKAR mendapat peningkatan 738.999 suara, tapi dari prosentase turun sebanyak 0,86%.
Saat ini, Partai Golkar dipimpin oleh Ketua Umum Aburizal Bakrie. Sebelumnya jabatan ini dipegang oleh Muhammad Jusuf Kalla, Wakil Presiden Indonesia 2004–2009.
3.2.Perolehan Suara
Golkar pada pemilu 1999 memperoleh suara 22% suara. Ini merupakan kemerosotan yang jauh sekali dari pada pemilu-pemilu sebelumnya. Dalam pemilu 1997 Golkar (belum menjadi partai) memperoleh suara sebanyak 70,2%, sedangkan dalam pemilu-pemilu sebelumnya juga sekitar 60 sampai 70%. Contohnya, dalam pemilu tahun 1987 Golkar dapat menguasai secara mutlak 299 kursi dalam DPR. Selama Orde Baru, DPR betul-betul dikuasai Golkar dan militer.
            Partai Golkar mendapat 107 kursi (19,2%) di DPR hasil Pemilihan Umum Anggota DPR 2009, setelah mendapat sebanyak 15.037.757 suara (14,5%). Perolehan suara dan kursi PG menempatkannya pada posisi kedua dalam Pemilu ini. Dalam perkembangannya perolehan atu kedudukan partai golkar di bangsa ini dalam sejarahnya dapat ditunjukan pada tabel dibawah ini:
Tabel 3.1. Perolehan Suara Golkar Berdasarkan Tahun
Pemilu
Jumlah Suara
Prosentase
Jumlah Kursi
Peringkat
1971
34.348.673
62,82%
236
1
1977
39.750.096
62,11%
232
1
1982
48.334.724
64,34%
242
1
1987
62.783.680
73,16%
299
1
1992
66.599.331
68,105%
282
1
1997
84.187.907
74,51%
325
1
1999
23.741.758
22,44%
120
2
2004
24.480.757
21,58%
108
1
2009
15.037.757
14,455
107
2
Sumber:
3.3.Analisi Kemenangan Golkar Pada Tahun 2004
Kemenangan Pada Pemilu Legislatif 2004, dengan 24.480.757 suara atau 21,58 persen suara sah. Ketidakpuasan terhadap pemerintahan Megawati Soekarnoputri menjadi salah satu sebab para pemilih di Pemilu legislatif 2004 untuk kembali memilih Partai GOLKAR, selain partai-partai lainnya seperti Partai Demokrat, Partai Kebangkitan Bangsa, dan lain-lain. Partai GOLKAR menjadi pemenang Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif pada tahun 2004 dengan meraih 24.480.757 suara atau 21,58% dari keseluruhan suara sah.
Analis mengenai kemenangan Partai Golkar menunjukan bahwa selain faktor ketua Umum Partai, ada beberapa faktor yang menyebabkan posisi partai Golkar signifikan dalam konstalasi politik Indonesia. Pertama, infrastruktur politik Partai Golkar. kedua, “merek politik” Golkar sudah terlanjur “ mengakar”, sehingga sulit bagi yang lain, yakni mereka yang semula kader Golkar mendirikan partai politik sendiri, untuk melakukan klaim politik sebagai “ Golkar Sesungguhnya”. Ketiga, Partai Golkar diuntungkan oleh kondisi di lapangan, di mana masyarakat banyak yang mengeluh soal merosotnya tingkat sosial-ekonomi mereka. Sebagian masyarakat merindukan “masa lalu” di zaman Golkar, dimana ketika Golkar berkuasa kondisi sosial-ekonomi tidak seburuk sekarang.
Menghadapi pemilu 2004, partai Golkar dalam menjaring calon presiden dan wakil presiden dari partai menggelar konvensi politik. Keputusan konvensi yang dilakukan Golkar, menurut Akbar Tandjung adalah kerangka memberikan kesempatan secara terbuka kepada siapa saja, tokoh-tokoh nasional yang terpanggil untuk menjadi calon presiden. Kesempatan tersebut bisa diikuti siapa saja, baik dari lingkungan Partai Golkar maupun luar partai. Menurutnya, konvensi bukan etalase demokrasi, melainkan sungguh-sungguh merupakan cerminan dari keinginan partai Golkar untuk memberikan kontribusi terbaik bagi bangsa dan Negara.13 Ide konvensi ini menyedot dan membetot perhatian kalangan masyarakat dan para akademisi sebagai terobosan demokrasi di Indonesia. Dengan strategi politik yang dilakukan Partai Golkar diatas mampu membawa angin segar partai dalam memenangkan kontestasi politik di pemilu 2004.
Kemenangan tersebut merupakan prestasi tersendiri bagi Partai GOLKAR karena pada Pemilu Legislatif 1999, Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan mendominasi perolehan suara. Dalam Pemilu 1999, Partai GOLKAR menduduki peringkat kedua dengan perolehan 23.741.758 suara atau 22,44% dari suara sah. Sekilas Partai GOLKAR mendapat peningkatan 738.999 suara, tapi dari prosentase turun sebanyak 0,86%.
3.4. Permaslahan yang Berkembang dalam Partai Golkar.
3.4.1.      Permaslahan Aktual
Permaslahan aktual dari partai golkar baik itu yang berangkat dari subtansi partai itu sendiri, personal yang menggerakan maupun sistem yang hidup dalam tubuh partai golkar. Apabila bila dilihat dari visi dan misi partai golkar itu sendiri yaitu Sejalan dengan cita-cita Para Bapak Pendiri Negara (the founding fathers) kita bahwa tujuan kita bernegara adalah melindungi segenap tumpah darah Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa, mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dan ikut menciptakan perdamaian dunia, maka Partai GOLKAR sebagai pengemban cita-cita proklamasi menegaskan visi perjuangannya untuk menyertai perjalanan bangsa mencapai cita-citanya.
Partai GOLKAR berjuang demi terwujudnya Indonesia baru yang maju, modern, bersatu, damai, adil dan makmur dengan masyarakat yang beriman dan bertaqwa, berakhlak baik, menjunjung tinggi hak asasi manusia, cinta tanah air, demokratis, dan adil dalam tatanan masyarakat madani yang mandiri, terbuka, egaliter, berkesadaran hukum dan lingkungan, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki etos kerja dan semangat kekaryaan, serta disiplin yang tinggi.
Dalam rangka mengaktualisasikan doktrin dan mewujudkan visi tersebut Partai GOLKAR dengan ini menegaskan misi perjuangannya, yakni: menegakkan, mengamalkan, dan mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi bangsa demi untuk memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan mewujudkan cita-cita Proklamasi melalui pelaksanaan pembangunan nasional di segala bidang untuk mewujudkan masyarakat yang demokratis, menegakkan supremasi hukum, mewujudkan kesejahteraan rakyat, dan hak-hak asasi manusia.
Dalam rangka membawa misi mulia tersebut Partai GOLKAR melaksanakan fungsi-fungsi sebagai sebuah partai politik moderen, yaitu:
1)   Pertama: mempertegas komitmen untuk menyerap, memadukan, mengartikulasikan, dan memperjuangkan aspirasi serta kepentingan rakyat sehingga menjadi kebijakan politik yang bersifat publik.
2)   Kedua, melakukan rekruitmen kader-kader yang berkualitas melalui sistem prestasi (merit system) untuk dapat dipilih oleh rakyat menduduki posisi-posisi politik atau jabatan-jabatan publik. Dengan posisi atau jabatan politik ini maka para kader dapat mengontrol atau mempengaruhi jalannya pemerintahan untuk diabdikan sepenuhnya bagi kepentingan dan kesejahteraan rakyat.
3)   Ketiga, meningkatkan proses pendidikan dan komunikasi politik yang dialogis dan partisipatif, yaitu membuka diri terhadap berbagai pikiran, aspirasi dan kritik dari masyarakat.
Dalam pergerakannya banyak pengamat meyatakan bahwa terdapat bebrapa maslah dalam visi dan misi partai golkar baik dari subtansinya maupun implementasinya, adapaun permaslahan tersebut dapat ditunjukan sebagai berikut:
1)    Responden pertama menunjukkan bahwa rumusan visi Partai Golkar saat ini telah dinilai sesuai dengan kriteria yang benar. Responden kedua menganggap bahwa rumusan visi Partai Golkar saat ini masih memiliki sejumlah kelemahan;
2)    Visi tidak cukup mencerminkan upaya pencapaian target Pemilu, peningkatan nilai organisasi bagi stakeholders, dan peningkatan jumlah mitra kerjasama;
3)    Visi belum mencerminkan upaya peningkatan inovasi, diversifikasi produk dan pencapaian kualitas dan nilai produk yang berdaya saing;
4)    Visi belum optimal untuk dimanfaatkan dalam operasional program hari ini, seperti: pengembangan program rekruitment anggota dan program - program yang terkait dengan perannya di masyarakat dan pencitraan kepada masyrakat bahwa partai golkar layak menjadi pemimpin mereka;
5)    Partai golkar termasuk kedlam sistem partai yang belum terinstiusionalisasi  sebgaimana belum terdapat pola kompetisi partai yang lebih stabil. Hasil dari pemilu tidak bisa diprediksi. Sebgaiman partai golkar  sebuah partai yang tampak kemudian menghilang (hasil suara yang didapat naik-turun setiap ada pemilu), maka hal ini merupakan salah satu ciri bahwa partai belum terinstitusionalisasi.  Karena dalam sistem yang sudah terinstitusionalisasi, partai mempunyai akar yang kuat di dalam masyarakat. Di dalam sistem yang terinstitusionalisasi maka ideologi sebuah partai adalah konsisten, karena ideologi inilah yang mengikat antara para pemilih dengan partai tersebut sehingga para pemilih menjadi loyal yang pada akhirnya partai tersebut mengakar kuat di masyarakat.

3.4.2.      Permaslahan faktual.
Permaslahan aktual dari partai golkar baik itu yang berangkat dari subtansi partai itu sendiri, personal yang menggerakan maupun sistem yang hidup dalam tubuh partai golkar. Aktual yang terjadi saat ini di tubuhdapun permaslahan di tubuh golkar adalah sebagai berikut:
1)   Permasalahan  kaderisasi di tubuh Partai Golkar bukan hanya terjadi kali ini. Pengamat politik senior yang juga mantan kader Golkar Tjetje H. Padmadinata mengungkapkan, kemelut antara pengurus partai sudah terjadi lama ketika parpol tersebut masih bernama Sek-ber Golkar dan Golkar. Salah satunya di picu oleh kentalnya dominasi kelompok pengusaha di tubuh partai Golkar hari ini, kisruh di tubuh DPD Golkar Jabar terjadi akibat parpol tersebut tidak mampu bermitra baik dengan hukum, budaya, dan media. Akibatnya, keberadaan parpol tersebut oleng karena ketiadaan sosok pemimpin yang piawai dalam mengemudikannya
2)    Koalisi dengan partai pemerintah merupakn pilihan golkar pada pemerintahan periode 2009-2011  namun pada hari ini terjadinya perubahan kontrak koalisi untuk menyeragamkan, katanya, hanya akan membuat demokrasi menjadi sunyi.  Hal ini akan menjadi masalah besar. apa yang dibacarakan di Sekretariat Gabungan Partai Koalisi hendaklah masalah yang makro saja. "Sehingga identitas partai tidak hilang," bukan dalam kontek penyeragaman partai koalis sehingga memendam konflik di internal koalisi.
3)   Sikap pragmatisme politik yang tidak sesuai dengan ideologi partai Golkar, bagi kader golkar yang pindah pindah tersebut, itu terjadi karena desakan kader-kader Golkar yang berlapis- lapis, sehingga bagi yang di atas tidak bisa berkompetisi dengan kader-kader yang lain, makanya mereka memilih pindah hal ini dicontohkan  sperti halnya Gubernur Jambi yang sudah dibesarkan Golkar bersiap pindah ke Partai Demokrat.

3.5.Fakta-fakta yang mempengaruhi kekuatan partai golkar.
3.5.1.      Fakta internal
Sebagai Partai modern Partai GOLKAR memiliki sejumlah potensi atau kekuatan yang dapat dijadikan modal perjuangan dalam rangka merealisasikan doktrin, visi, misi, platform, dan pokok-pokok program perjuangannya yang diantranya sebgai berikut:
1)   Pertama, potensi historis. Partai GOLKAR telah berusia lebih dari tiga setengah dasawarsa yang didukung oleh kekuatan-kekuatan masyarakat dari seluruh lapisan. Partai GOLKAR memiliki pengalaman panjang dalam menyertai perjalanan bangsa baik di bidang pemerintahan, legislatif, maupun yudikatif. Serangkaian pengalaman panjang ini merupakan potensi historis yang luar biasa besar.
2)   Kedua, Partai GOLKAR memiliki infrastruktur yang sangat kuat yang masih terpelihara dengan baik. Struktur organisasi mulai dari pusat sampai ke desa/kelurahan berjalan sesuai dengan fungsi dan perannya masing-masing dalam satu kesatuan manajemen organisasi yang modern. Hubungan Partai GOLKAR dengan Orsosmasinal dan Orsinalmas, juga dengan organisasi-organisasi yang mendirikan dan didirikannya berjalan secara horizontal dan fungsional dan saling menguntungkan dalam hubungan kemitraan yang setara.
3)   Ketiga, Partai GOLKAR memiliki sumber daya manusia yang relatif berpengalaman, unggul dan lengkap. Kader-kader Partai GOLKAR tersebar dan hidup di tengah-tengah masyarakat, dan selalu tanggap terhadap aspirasi rakyat.
4)   Keempat, Partai GOLKAR adalah Partai yang solid yang terbukti selalu dapat mendayagunakan segenap potensi yang dimilikinya secara sinergis untuk berjuang membangun kehidupan bangsa yang bersatu dan kuat.
5)   Kelima, Partai GOLKAR adalah Partai yang mengakar dan responsif, karena merupakan Partai politik yang di dalamnya para anggota dan kader-kadernya tumbuh dan berkembang dari bawah berdasarkan asas prestasi (merit system)

Sebagai Partai yang didirikan oleh kelompok-kelompok riil dalam masyarakat Partai GOLKAR tumbuh dan berkembang dari rakyat dan didukung oleh rakyat. Partai GOLKAR juga Partai yang responsif, yakni senantiasa peka dan tanggap terhadap aspirasi, tuntutan, dan harapan rakyat, serta konsisten untuk memperjuangkannya sehingga menjadi keputusan politik yang bersifat publik yang menguntungkan seluruh masyarakat.
Potensi-potensi tersebut adalah merupakan modal perjuangan yang sangat besar yang harus diaktualisasikan oleh segenap kader untuk mewujudkan doktrin, visi, misi, platform, dan pokok-pokok perjuangan sebagaimana dipaparkan di atas. Paradigma baru ini mengharuskan dilakukannya pembaruan struktur atau kelembagaan Partai, sekaligus budaya politik segenap kader Partai GOLKAR. Pembaruan kelembagaan diarahkan sedemikian rupa sehingga mencerminkan kemandirian, demokrasi, dan keterbukaan sebagaimana yang menjadi inti dari perumusan paradigma baru tersebut.
Semangat kemandirian, demokrasi, dan keterbukaan harus benar-benar diwujudkan dalam realitas organisasi. Struktur kelembagaan, termasuk di dalamnya mekanisme-mekanisme organisasi, yang tidak sesuai dengan paradigma baru ini harus diperbarui. Paradigma baru ini juga harus menjadi variabel pengubah kultur atau budaya politik dalam tubuh Partai. Perubahan budaya politik ini diarahkan untuk menunjang upaya untuk menciptakan Partai GOLKAR yang mandiri, demokratis, dan terbuka. Budaya politik lama yang elitis dan berorientasi ke atas harus dirubah menjadi budaya politik yang populis dan berorientasi kepada rakyat.
Demikian juga halnya perilaku politik lama yang mengandalkan kekuatan dari luar dirinya, harus dirubah menjadi perilaku politik yang mencerminkan kemandirian. Sesuai dengan paradigma baru maka pendekatan-pendekatan politik yang dikalukan oleh segenap kader Partai GOLKAR harus juga berubah: dari pendekatan kekuasaan menuju pendekatan yang simpatik yang mendorong partisipasi, prakarsa dan kreativitas rakyat. Perubahan budaya politik ini sangat diperlukan mengingat perubahan lingkungan dan lanskap politik di mana Partai GOLKAR berada.
Dengan serangkaian perubahan dan pembaruan ini niscaya Partai GOLKAR akan benar-benar berhasil mewujudkan dirinya menjadi Partai yang mandiri, demokratis, solid, mengakar, dan responsif, sesuai dengan paradigmanya yang baru agar mampu untuk selalu menyertai perjalanan bangsa mewujudkan visi perjuangannya sesuai dengan cita-cita proklamasi. Tuhan Yang Maha Esa, insya Allah, akan menyertai perjuangan Partai GOLKAR.

3.5.2.      Fakta external
Partai golkar merupakan partai selalu mnjadi sorotan media mengingat partai ini termasuk sebgai partai buhan lahir kemarin sore. Kadang kala kita sering mendengar bebrapa Fakta  yamng disajikan oleh media masa tentang
1)      Partai politik ataupun pengamat politik kita saling menghujat, saling mencurigai, dan saling memfitnah. Bahkan, kebebasan pers dimanfaatkan untuk memfitnah. Kalau kita terus melakukannya, dampaknya akan sangat buruk bagi perkembangan politik  Indonesia.
2)      Koalisi dengan partai pemerintah merupakn pilihan golkar pada pemerintahan periode 2009-2011  namun pada hari ini terjadinya perubahan kontrak koalisi untuk menyeragamkan, katanya, hanya akan membuat demokrasi menjadi sunyi.  Hal ini akan menjadi masalah besar. apa yang dibicarakan di Sekretariat Gabungan Partai Koalisi hendaklah masalah yang makro saja. "Sehingga identitas partai tidak hilang," bukan dalam kontek penyeragaman partai koalis sehingga memendam konflik di internal koalisi. Koalisi partai golkar akan membawa dampak buruk dan baik. Disatu sisi partai golkar memperjuangkan aspirasi masyrakat dengan melibatkan diri dalam partai pemerintah namun disisi lain akan menurunkan cintra partai golkar yang hany bisa menunggai partai penguasa atau pemenang pemilu dari setiap periode yang bergulir, sepertinya di contohkan:
a.    Pada tahun 1999, Golkar bersama Partai Islam yang tergabung dalam Poros Tengah mendukung Abdurrahman Wahid menjadi presiden dalam Sidang Umum MPR mengalahkan Megawati Soekarno Putri dari PDI Perjuangan (PISAH).
b.    Pada tahun 2001, Golkar dan PDI Perjuangan mendukung pencopotan Abdurrahman Wahid dari kursi presiden. Dalam Kabinet Megawati Soekarno Putri yang menggantikan pemerintahan Abdurrahman Wahid, Golkar mendapat 3 kursi dalam kabinet (RUJUK).
c.    Pada bulan Juli 2004, Golkar mendukung calon dari PDI Perjuangan yaitu Megawati Soekarno Putri dan Hasyim Muzadi dalam pemilihan presiden babak kedua, setelah calon mereka yaitu Wiranto dan Salahudin Wahid kalah. Setelah Mega-Hasyim kalah, Golkar bersama PDI Perjuangan, Partai Bintang Reformasi dan Partai Damai Sejahtera membentuk kelompok oposisi Koalisi Kebangsaan (RUJUK).
d.   Pada bulan Desember 2004, Golkar secara diam-diam mengkhianati kelompok oposisi Koalisi Kebangsaan dengan mendukung Susilo Bambang Yudhoyono. Hal ini terjadi setelah Ketua Umum Partai Golkar Akbar Tandjung digantikan oleh Jusuf Kalla yang saat itu memegang jabatan sebagai wakil presiden. Orang Golkar terus bertambah dalam kabinet, tetapi PDI Perjuangan tidak memiliki menteri di kabinet (PISAH).
Dari fenomena yang diuraikan diatas akan menurunkan citra partai golkar yang idealis, partai yang mempunyai komitmen dengan ideologi yang partai anut, oleh karenanya ini merupakan suatu bentuk kajian bagi partai golkar untuk menghindarkan diri dari ucapan partai penghianat. Namun di sisi lain partai golkar dipandang sebgai  partai yang memperjuangkan aspirasi masyrakat dalam  membenah masyrakat dari berbagai sendi kehidupan.
 BAB IV
PENUTUP
4.1.  Prediksi Pemenang Pemilu Tahun 2014.
Pemilu memang masih 2014. Tapi ramalan pemenangnya, sudah muncul dari hasil survei terbaru. Lingkar Survei Indonesia (LSI) mengatakan kecenderungan kenaikan elektabilitas Partai Golkar. Berdasarkan survei terbaru, makin terbuka peluang Partai Golkar menjadi pemenang pemilu tahun 2014.
Dukungan terhadap Partai Golkar naik menjadi 17,3 persen pada hasil survei nasional yang digelar LSI di akhir September hingga awal Oktober tahun ini. Survei itu melibatkan 1.000 responden di 33 provinsi. Peneliti LSI, M. Barkah Pattimahu, mengatakan,  terjadi kenaikan suara bagi Golkar sebesar 17,3 persen. Pada pemilu legislatif April 2009 lalu, perolehan suara Golkar hanya sebesar 14,5 persen.
Survei menunjukkan, sebenarnya dukungan terhadap Partai Demokrat pun naik di bulan ini ketimbang merujuk pada hasil pemilu 2009. Survei LSI memperlihatkan dukungan bagi Partai Demokrat mencapai 26,1 persen. Sedang perhitungan KPU kemarin menyatakan Partai Demokrat sebagai pemenang pemilu legislatif dengan suara sebanyak 20,9 persen.
Di sela-sela paparan hasil survei nasional dengan tema menjelang setahun pemerintahan SBY-Boediono Kamis (14/10), Barkah menjelaskan, ada empat variabel yang kemudian memberi ukuran mengapa Golkar lebih menguat dibanding Demokrat. Variabel tersebut terdiri dari faktor popularitas, kekuatan institusi, kekuatan dana, dan tren dukungan.
Dari segi popularitas sosok Ketua Umum Partai Golkar, Aburizal Bakrie, dianggap masih bisa melonjak naik dibandingkan sosok orang pertama di Partai Demokrat yakni Susilo Bambang Yudhoyono dan Megawati dari PDIP. “Popularitas Ical (panggilan akrab Aburizal) dinilai belum optimal,” ucap dia. Artinya, Ical dengan bantuan mesin politik Golkar masih memiliki peluang muncul sebagai sosok nomor satu di Tanah Air. Terlebih, Ical diketahui memiliki kekuatan jaringan, pengalaman, serta kekuatan dana yang lebih tangguh dari SBY atau Megawati.
Berdasarkan survei LSI, publik yang mengenal Ical baru sekitar 70 persen. Publik yang menyukainya masih di kisaran 50 persen. Jika popularitas Ical bisa meningkat seperti SBY dan Megawati dulu, Golkar diyakini akan terdorong suaranya secara signifikan.
Dengan begitu, bukan tak mungkin Golkar akan tampil sebagai pemenang pemilu 2014. Barkah mengatakan, Golkar populer sebab meski berada dalam lingkaran partai koalisi, Golkar seringkali mampu bersikap kritis bak partai oposisi.
Kebalikan dari Ical, SBY atau Megawati dinilai sudah optimal dari segi ketenaran. Keterpilihan publik karena faktor Megawati bahkan dinilai sudah tidak akan signifikan. Megawati, kata Barkah, tidak akan memberi kontribusi suara besar ke PDIP. “Megawati sudah memudar,” ucapnya.
Sementara SBY diketahui publik tidak akan berkompetisi lagi. Karena itu sebagai faktor pendulang suara (vote getter) SBY dinilai LSI tidak akan memiliki dampak yang terlampau banyak
4.2.  Kesimpulan
Kemunduran Partai Golkar adalah buah sikap yang terisolasi dan berjarak dari rakyat, sehingga kekecewaan dan harapan masyarakat gagal direpresentasikan dalam pertarungan politik kepartaian dan politik formal. Negatifitas yang membalut dan lebam dalam tubuh Golkar ini sudah semestinya menjadi starting point
untuk berubah dan mencari langkah-langkah yang solutif. Jika tidak,
ragam kegagalan lalu akan menjadi realitas perolehan suara Golkar
pada Pemilu 2009.
Kedepan, citra Golkar sebagai partai besar dan kuat mesti dilihat secara transformatif. Golkar adalah organism politik, kekuatan dan kebesaran itu bisa pupus namun bisa pula bertambah. Memori keemasan masa lalu harus dipandang sebagai sejarah yang telah lewat, bukan simbol, euforia, mitos, apalagi sikap.
Pengalaman masa lalu adalah modal berharga untuk melakukan pijakan transformasi menuju Pemilu 2009 dalam rangka memperbaiki diri dan merawat harapan masa depan yang tentunya membutuhkan kerja keras, cucuran keringat dan bahkan semangat yang “berdarah-darah”.
4.3.  Saran  Untuk  Partai Golkar Menghadapi Pemilu Tahun 2014
Partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggota- anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama, tujuannya adalah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik dengan cara konstitusional untuk melkasanakan kebijasanaan-kebijaksanaan mereka.
Untuk itu partai harus secara kontinyu melaksanakan fungsi-fungsinya dalam mengabdikan dirinya pada masyarakat  yang diantranya:
1)      sebagai sarana komunikasi politik yaitu menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi masyarakat dan mengaturnya sedemikian rupa sehingga kesimpangsiuran pendapat dalam masyarakat berkurang.. 
2)      sebagai sarana sosialisasi demi membentuk individu dalam negara akan menerima norma, sistem keyakinan, dan nilai-nilai dari generasi sebelumnya. Sehingga memunculkan masyarakat madani (civil society)..
3)      sebagai sarana rekruitmen politik  dengan cara a) Menyiapkan kader-kader pimpinan politik; b) Selanjutnya melakukan seleksi terhadap kader-kader yang dipersiapkan; serta c) Perjuangan untuk penempatan kader yang berkualitas, berdedikasi, memiliki kredibilitas yang tinggi, serta mendapat dukungan dari masyarakat pada jabatan jabatan politik yang bersifat strategis.
4)      sebagai sarana pengatur konflik  partai-partai politik harus benar-benar mengakar dihati rakyat, peka terhadap bisikan hati nurani masyarakat serta peka terhadap tuntutan kebutuhan rakyat.
5)      Sebagi sarana Pendidikan Politik merupakan suatu sarana untuk meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara yang dilaksanakan secara berkesinambungan dan terencana.

DAFTAR PUSTAKA
Ananta, Aris; Arifin, Evi Nurvidya & Suryadinata, Leo (2005), Emerging Democracy in Indonesia, Singapore: Institute of Southeast Asian Studies, ISBN 9812303227.
(dalam bahasa Indonesian) Partai-partai Politik Indonesia: Ideologi dan Program, 2004–2009, Jakarta: Kompas, 25 Juni 2004, ISBN 979709121X.
Shimizu, Maiko & Hazri, Herizal (2004) (PDF), Indonesia: General Assembly Election, Presidential Election, 2004, Bangkok: Asian Network for Free Elections, diakses pada 10 Juni 2009.
Sissener, Tone (2004) (PDF), The Republic of Indonesia: General and Presidential Elections, April – September 2004, Norwegian Centre for Human Rights, ISBN 82-90851-80-4, diakses pada 9 Juni 2009.
(PDF) The Carter Center 2004 Indonesia Election Report, Carter Center, 2005, diakses pada 11 Juni 2009.



2 komentar:

  1. makasih infonya bro, boleh minta email atau nomer hape? karna saya juga sedang meneliti tentang ini

    BalasHapus