PARTAI PEMENANG PEMILU TAHUN 2004
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Partai Golongan
Karya (Golkar) adalah salah satu partai politik besar di Indonesia. Bahkan pada
masa jayanya di zaman Soeharto, partai ini terus mendapatkan kemenangan setiap
pemilihan umum dilaksanakan. Ketika Soeharto
turun dari jabatan presiden karena tuntutan reformasi pada tahun 1998, Golkar
mulai merasakan goncangan politik dan dihujat oleh masyarakat Indonesia. Golkar
dipandang sebagai partai politik yang menyebabkan terjadinya krisis di
Indonesia dan dihujat karena praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).
Tak heran,
kalau pada pemilihan umum 1999, satu tahun setelah Soeharto jatuh, partai ini
tidak lagi menjadi pemenang pemilu, Golkar dikalahkan Partai Demokrasi
Perjuangan (PDIP) pimpinan Megawati Soekarno Putri.
Meskipun kalah
pada pemilu 1999, dengan kepiawaian ketuanya Akbar Tanjung, Golkar mampu cepat
berintrospeksi dan berkonsolidasi yang akhirnya memenangkan kembali pemilihan
umum 2004. Sayang waktu itu Akbar dikalahkan oleh Wiranto dalam konvensi partai
Golkar untuk menjadi calon presiden, dan akhirnya Wiranto pun kalah oleh
Yudhoyono dalam pemilihan presiden tahun 2004.
Kekalahan
Golkar menjadikan Wiranto sebagai presiden dan kemenangan Jusuf Kalla (kader
Golkar) menjadi wakil presiden yang berpasangan dengan Yudhoyono membuat Akbar
diganti oleh Kalla sebagai Ketua Umum Partai Golkar pada tahun 2004.
Banyak orang meramalkan bahwa
Golkar, pendukung utama rezim militer Orde Baru, akan tumbang bersamaan dengan
runtuhnya rezim. Setelah dua kali pemilu pasca-Orde Baru dilaksanakan, terbukti
ramalan itu keliru. Golkar nyaris tidak beringsut dari sentrum kekuasaan yang
digenggamnya selama lebih dari empat dekade. Namun, pergulatan di dalam tubuh
Golkar dan perubahan kontestasi politik lokal dapat mengubah peta dukungan
terhadap Golkar.
Sejarah panjang eksistensi Golkar
tak bisa dilepaskan dari peran institusi militer, terutama Angkatan Darat,
dalam kehidupan politik masyarakat Indonesia pascarevolusi kemerdekaan. Pada
tahun 1960-an, pimpinan AD melihat kekuatan PKI semakin besar. Untuk membendung
pengaruh politik kiri, AD membentuk beberapa lembaga yang berafiliasi
dengannya. Berbagai Badan Kerja Sama (BKS) militer dengan masyarakat sipil pun
dibentuk, seperti BKS Pemuda-Militer, BKS Ulama-Militer, maupun organisasi,
seperti SOKSI (Sentral Organisasi Karyawan Sosialis Indonesia), Koperasi Simpan
Tabungan Gotong Royong (Kosgoro), dan Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong
(MKGR).
Organisasi-organisasi inilah yang
menjadi cikal bakal terbentuknya Sekretariat Bersama Golongan Karya (Sekber
Golkar) pada 20 Oktober 1964. Menurut Leo Suryadinata, seperti tercantum di
dalam bukunya Military Ascendancy And
Political Culture: A Study of Indonesia’s Golkar, saat pembentukan itu
sekitar 60-an organisasi buruh, pemuda, perempuan, sarjana dan pelajar, media,
serta nelayan dan petani turut bergabung. Namun, pengaruh Sekber Golkar baru
benar-benar menguat pasca-1965, setelah militer memenangi pertarungan
antarelite politik saat itu.
Ketika kekuasaan beralih dari
Soekarno ke Soeharto, terjadi penyederhanaan organisasi di dalam tubuh Sekber
Golkar. Meskipun langkah ini tidak terlalu mudah dilakukan, pada akhir 1969
Sekber Golkar telah dirampingkan menjadi tujuh Kino (Kelompok Induk
Organisasi), di antaranya Kino Kosgoro, Kino SOKSI, Kino MKGR, dan Kino Ormas
Hankam. Penyederhanaan ini pada dasarnya merupakan persiapan menghadapi Pemilu
1971. Penyederhanaan ini tidak mudah karena sebagian organisasi ingin tetap
mempertahankan jati dirinya. Kelak terbukti, perbedaan paham politik itu turut andil
dalam lahirnya parpol-parpol baru dari unsur elite politik Golkar.
Tiga institusi lain yang berperan
besar mendukung Sekber Golkar dalam persiapan Pemilu 1971 adalah Bapilu (Badan
Pemenangan Pemilu), Kokarmendagri (Korps Karyawan Kementrian Dalam Negeri),
serta komando militer lokal. Ketiganya memastikan bahwa pegawai negeri sipil
tidak lagi berafiliasi dengan partai politik dan memilih Sekber Golkar.
Suryadinata menyebutkan, pada periode inilah Sekber Golkar mulai berfungsi
sebagai mesin elektoral untuk menjamin posisi dominan militer di dalam politik.
Hasil dari berbagai upaya tersebut
mengejutkan pemimpin partai-partai politik. Dalam Pemilu 1971, Sekber Golkar
menang telak dengan 62,8 persen suara yang setara dengan 227 kursi parlemen,
sementara Partai NU hanya mendapat 18 persen (58 kursi) dan PNI 6,93 persen (20
kursi). Komposisi ini hampir mengubah total peta kekuatan politik Pemilu 1955
yang sebelumnya dikuasai PNI, Masyumi, NU, dan PKI. Di sisi lain, kemenangan
ini menumbuhkan percaya diri Sekber Golkar, yang kemudian resmi berganti nama
menjadi Golkar dan menjadi partai penguasa (the ruling party).
Sejarah mencatat, kelihaian politik
dan kekuatan jaringan politik Golkar membuat kemenangan itu berulang terus
dalam lima kali pemilu pasca-1971. Pada pemilu terakhir era Orde Baru, yaitu
Pemilu 1997, Golkar bahkan mendapat perolehan suara tertinggi, yaitu 74,5
persen suara. Di di luar Jawa, seperti beberapa provinsi di Sulawesi, perolehan
suara Golkar bahkan mencapai 90 persen lebih.
Tiga ”pilar” kemenangan politik,
yaitu militer, birokrasi, dan teknokrat, merupakan penopang utama Golkar.
Takashi Shiraishi di dalam artikel berjudul Dukuh: A Golkar Village, memaparkan bahwa institusi militer dan
birokrasi menjamin adanya ”partisipasi” politik yang bersifat top-down, dengan menciptakan
stabilitas politik yang terkontrol, yang pada gilirannya melancarkan kerja para
teknokrat menjalankan pembangunan ekonomi.
Kedigdayaan Partai Golkar kian memudar. Kekuatan
elektoral partai yang selalu berjaya di pemilu-pemilu era Orde Baru itu kini
mulai terancam mengalami masa paceklik politik. Indikasi itu terlihat dari
penurunan suara Golkar dari pemilu ke pemilu. Di pemilu terakhir Orde Baru
1997, Golkar memperoleh kemenangan mutlak dengan capaian suara 74.1 persen dan
menurun drastis menjadi 22.3 persen di Pemilu 1999. Persentase suara Golkar
anjlok lagi di Pemilu 2004 menjadi 21.5 persen. Posisi Golkar kian
terperosok di Pemilu 2009 lalu, menjadi 14 persen.
Partai Golkar juga tersungkur di
pilpres 8 Juli 2009 yang menempatkan pasangan JK-Win sebagai juru kunci dengan
angka sekitar 12 persen sebagai penyempurna kekalahan Golkar. Selain itu,
Partai Golkar juga gagal bertarung di sejumlah pilkada bergengsi, seperti
Sulawesi Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, Sumatera
Barat dan Bali. Oleh sebab itulah dalam makalah ini akan dibahas mengenai
pemilu yang diselenggarakan tahun 2004 dan partai pemenang pemilu tahun 2004.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun untuk
mempermudah pembahasan dalam makalah ini penulis merumuskan maslah sebagai
berikut :
1) Bagaimana
jalannya Pemilu Tahun 2004?
2) Faktor
apa saja yang menjadikan Partai Golkar Memenangi Pemilu Tahun 2004?
3) Partai
apakah yang diprediksi menjadi pemenang Pemilu Tahun 2014?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalsh ini dimaksukan bagi penulis dan
pembaca untuk Untuk mengetahui bagaimana proses jalannya pemilu
tahun 2004, dari partai yang
berkompetisi serta partai yang memenanginya. Kemudian juga untuk bisa
mempridiksi partai yang akan menjadi pemenang pada pemilu tahun 2014 nanti.
BAB
II
PEMILU
TAHUN 2004
2.1. Pelaksanaa Pemilihan Umum Tahun
2004.
Dalam sidang umum tahun 2002, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
menambah 14 amandemen pada Undang-Undang Dasar 1945. Di antara amandemen tersebut,
terdapat perubahan dalam badan legislatif. Dimulai dari tahun 2004, MPR akan
terdiri dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Karena semua kursi di
MPR akan dipilih secara langsung, militer diminta untuk dihilangkan dari dewan
perwakilan. Perubahan dan pemilihan langsung Presiden dan Wakil Presiden merupakan langkah besar bagi Indonesia untuk
mencapai demokrasi.
Pada 13 Juli 2003, Presiden Megawati Sukarnoputri menandatangani undang-undang yang menguraikan
isi dari MPR. DPD baru akan terdiri dari empat perwakilan dari setiap provinsi
di Indonesia. UU tersebut juga mengubah keanggotaan DPR menjadi 550 orang. Pelaksanaa Pemilihan
Umum Tahun 2004 5 April 2004 untuk memilih 550 anggotaDewan Perwakilan Rakyat (DPR), 128 anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD
Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota) se-Indonesia periode 2004-2009.
2.1.1.
Kampaye
Pada tahap
awal pendaftaran, 150 partai mendaftar ke Menteri Kehakiman dan Hak Asasi
Manusia. Jumlah ini lalu berkurang menjadi 50, dan akhirnya 24 setelah
pemeriksaan yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Pengurangan ini dilakukan
berdasarkan undang-undang pemilu baru yang hanya memperbolehkan partai dengan 2
persen kursi DPR atau 3 persen kursi di DPRD untuk ikut dalam pemilu 2004.
Hanya enam partai yang memenuhi kriteria ini, dan partai-partai lainnya
diwajibkan untuk melakukan merger atau reorganisasi menjadi partai baru.
Periode kampanye untuk partai dimulai pada 11 Maret
dan berlanjut hingga 1 April. Kampanye ini terbagi menjadi dua fase karena
dirayakannya Nyepi, hari raya
umat Hindu.
Partai-partai menyampaikan agenda nasional mereka antara 11 hingga 25 Maret.
Namun, acara-cara tersebut tidak banyak dihadiri. Survey yang dilakukan
oleh International Foundation for
Electoral Systems menunjukan bahwa tidak semua pemilih tahu
bagaimana memilih atau tidak mengetahui kandidat yang mereka pilih.
Tabel 2.1. Jadwal
pemilu legislatif 2004
|
|
11 Maret–1 April
|
Kampanye calon legislative
|
2–4 April
|
Masa tenang
|
5 April
|
Hari pemilihan
|
21–30 April
|
Pengumuman hasil
|
Sumber:
Terdapat lebih dari 475.000 kandidat yang
dinominasikan oleh partai politik dalam tingkat nasional, provinsial dan
kabupaten, lebih dari 1.200 kandidat bersaing untuk 128 kursi DPD, serta 7.756
kandidat untuk 550 kursi DPR. Kandidat akan dipilih dalam sistem proporsional terbuka (open
list).
2.1.2.
Hasil
Pemilu.
Hasil pemilu
ini menentukan partai politik mana yang dapat menyalonkan kandidatnya
untuk pemilu presiden 2004 pada 5
Juli. Hanya partai yang memperoleh lima persen popular voteatau
tiga persen kursi di DPR yang dapat menyalonkan kandidatnya. Partai yang tidak
memenuhi kriteria tersebut harus bergabung dengan partai lain untuk memenuhi
salah satu kriteria.
Hasil akhir pemilu yang diumumkan pada 5 Mei. Dari
148.000.369 pemilih terdaftar, 124.420.339 menggunakan hak pilihnya (84.06%).
Dari total jumlah suara, 113.462.414 suara (91,19%) dinyatakan sah dan
10.957.925 tidak sah. Di DPR, Golkar mendapat kursi terbanyak seperti halnya yang dapat di lihat pada tabel
3.1 di bawah ini :
Tabel 2.2. : Hasil Pemilihan Umum Tahun 2004-2009
No.
|
Partai
|
Jumlah Suara
|
Persentase
|
Jumlah Kursi
|
Persentase
|
Keterangan
|
1.
|
24.480.757
|
21,58%
|
128
|
23,27%
|
Lolos
|
|
2.
|
21.026.629
|
18,53%
|
109
|
19,82%
|
Lolos
|
|
3.
|
11.989.564
|
10,57%
|
52
|
9,45%
|
Lolos
|
|
4.
|
9.248.764
|
8,15%
|
58
|
10,55%
|
Lolos
|
|
5.
|
8.455.225
|
7,45%
|
(55)
|
10,00%
|
Lolos
|
|
6.
|
8.325.020
|
7,34%
|
45
|
8,18%
|
Lolos
|
|
7.
|
7.303.324
|
6,44%
|
(53)
|
9,64%
|
Lolos
|
|
8.
|
2.970.487
|
2,62%
|
11
|
2,00%
|
Lolos
|
|
9.
|
2.764.998
|
2,44%
|
(14)
|
2,55%
|
Lolos
|
|
10.
|
2.414.254
|
2,13%
|
(13)
|
2,36%
|
Lolos
|
|
11.
|
2.399.290
|
2,11%
|
2
|
0,36%
|
Lolos
|
|
12.
|
1.424.240
|
1,26%
|
1
|
0,18%
|
Lolos
|
|
13.
|
1.313.654
|
1,16%
|
(4)
|
0,73%
|
Lolos
|
|
14.
|
1.230.455
|
1,08%
|
(0)
|
0,00%
|
Tidak lolos
|
|
15.
|
1.073.139
|
0,95%
|
0
|
0,00%
|
Tidak Lolos
|
|
16.
|
923.159
|
0,81%
|
1
|
0,18%
|
Lolos
|
|
17.
|
895.610
|
0,79%
|
0
|
0,00%
|
Tidak Lolos
|
|
18.
|
878.932
|
0,77%
|
(3)
|
0,55%
|
Lolos
|
|
19.
|
855.811
|
0,75%
|
1
|
0,18%
|
Lolos
|
|
20.
|
842.541
|
0,74%
|
0
|
0,00%
|
Tidak Lolos
|
|
21.
|
679.296
|
0,60%
|
0
|
0,00%
|
Tidak Lolos
|
|
22.
|
672.952
|
0,59%
|
0
|
0,00%
|
Tidak Lolos
|
|
23.
|
657.916
|
0,58%
|
0
|
0,00%
|
Tidak Lolos
|
|
24.
|
636.397
|
0,56%
|
0
|
0,00%
|
Tidak Lolos
|
|
Jumlah
|
113.462.414
|
100,00%
|
550
|
100,00%
|
BAB
III
PARTAI PEMENANG PEMILU TAHUN 2004
3.1.Gambaran Umum Partai Golongan Karya
Partai Golongan Karya (Partai Golkar), sebelumnya bernama Golongan Karya (Golkar) dan Sekretariat Bersama Golongan Karya (Sekber Golkar), adalah sebuah partai politik
di Indonesia.
Partai GOLKAR bermula dengan berdirinya Sekber GOLKAR di masa-masa akhir
pemerintahan Presiden Soekarno,
tepatnya 1964 oleh Angkatan Darat untuk menandingi pengaruh Partai Komunis Indonesia
dalam kehidupan politik. Dalam perkembangannya, Sekber GOLKAR berubah wujud
menjadi Golongan Karya yang menjadi salah satu organisasi peserta Pemilu.
Dalam
Pemilu 1971 (Pemilu pertama dalam pemerintahan Orde Baru Presiden Soeharto),
salah satu pesertanya adalah Golongan Karya dan mereka tampil sebagai pemenang.
Kemenangan ini diulangi pada Pemilu-Pemilu pemerintahan Orde Baru lainnya,
yaitu Pemilu 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Kejadian ini dapat dimungkinkan,
karena pemerintahan Soeharto membuat kebijakan-kebijakan yang sangat mendukung
kemenangan GOLKAR, seperti peraturan monoloyalitas PNS, dan
sebagainya.
Setelah
pemerintahan Soeharto selesai dan reformasi bergulir, GOLKAR berubah wujud
menjadi Partai GOLKAR, dan untuk pertama kalinya mengikuti Pemilu tanpa ada
bantuan kebijakan-kebijakan yang berarti seperti sebelumnya di masa
pemerintahan Soeharto. Pada Pemilu 1999 yang diselenggarakan Presiden Habibie,
perolehan suara Partai GOLKAR turun menjadi peringkat kedua setelah PDI-P.
Ketidakpuasan
terhadap pemerintahan Megawati Soekarnoputri menjadi salah
satu sebab para pemilih di Pemilu legislatif 2004 untuk kembali memilih Partai
GOLKAR, selain partai-partai lainnya seperti Partai Demokrat,
Partai Kebangkitan Bangsa,
dan lain-lain. Partai GOLKAR menjadi pemenang Pemilihan Umum (Pemilu)
Legislatif pada tahun 2004 dengan meraih 24.480.757 suara atau 21,58% dari
keseluruhan suara sah.
Kemenangan
tersebut merupakan prestasi tersendiri bagi Partai GOLKAR karena pada Pemilu
Legislatif 1999, Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan mendominasi
perolehan suara. Dalam Pemilu 1999, Partai GOLKAR menduduki peringkat kedua
dengan perolehan 23.741.758 suara atau 22,44% dari suara sah. Sekilas Partai
GOLKAR mendapat peningkatan 738.999 suara, tapi dari prosentase turun sebanyak
0,86%.
Saat
ini, Partai Golkar dipimpin oleh Ketua Umum Aburizal Bakrie.
Sebelumnya jabatan ini dipegang oleh Muhammad Jusuf Kalla, Wakil Presiden
Indonesia 2004–2009.
3.2.Perolehan Suara
Golkar
pada pemilu 1999 memperoleh suara 22% suara. Ini merupakan kemerosotan yang
jauh sekali dari pada pemilu-pemilu sebelumnya. Dalam pemilu 1997 Golkar (belum
menjadi partai) memperoleh suara sebanyak 70,2%, sedangkan dalam pemilu-pemilu
sebelumnya juga sekitar 60 sampai 70%. Contohnya, dalam pemilu tahun 1987
Golkar dapat menguasai secara mutlak 299 kursi dalam DPR. Selama Orde Baru,
DPR betul-betul dikuasai Golkar dan militer.
Partai
Golkar mendapat 107 kursi (19,2%) di DPR hasil Pemilihan Umum Anggota DPR 2009, setelah
mendapat sebanyak 15.037.757 suara (14,5%). Perolehan suara dan kursi PG
menempatkannya pada posisi kedua dalam Pemilu ini. Dalam perkembangannya perolehan atu kedudukan
partai golkar di bangsa ini dalam sejarahnya dapat ditunjukan pada tabel
dibawah ini:
Tabel 3.1. Perolehan Suara Golkar Berdasarkan
Tahun
Pemilu
|
Jumlah Suara
|
Prosentase
|
Jumlah Kursi
|
Peringkat
|
1971
|
34.348.673
|
62,82%
|
236
|
1
|
1977
|
39.750.096
|
62,11%
|
232
|
1
|
1982
|
48.334.724
|
64,34%
|
242
|
1
|
1987
|
62.783.680
|
73,16%
|
299
|
1
|
1992
|
66.599.331
|
68,105%
|
282
|
1
|
1997
|
84.187.907
|
74,51%
|
325
|
1
|
1999
|
23.741.758
|
22,44%
|
120
|
2
|
2004
|
24.480.757
|
21,58%
|
108
|
1
|
2009
|
15.037.757
|
14,455
|
107
|
2
|
Sumber:
3.3.Analisi Kemenangan Golkar Pada Tahun 2004
Kemenangan
Pada Pemilu Legislatif 2004, dengan 24.480.757 suara atau 21,58 persen suara
sah. Ketidakpuasan terhadap pemerintahan Megawati Soekarnoputri menjadi salah
satu sebab para pemilih di Pemilu legislatif 2004 untuk kembali memilih Partai
GOLKAR, selain partai-partai lainnya seperti Partai Demokrat, Partai
Kebangkitan Bangsa, dan lain-lain. Partai GOLKAR menjadi pemenang Pemilihan
Umum (Pemilu) Legislatif pada tahun 2004 dengan meraih 24.480.757 suara atau
21,58% dari keseluruhan suara sah.
Analis mengenai kemenangan Partai Golkar menunjukan
bahwa selain faktor ketua Umum Partai, ada beberapa faktor yang menyebabkan
posisi partai Golkar signifikan dalam konstalasi politik Indonesia. Pertama,
infrastruktur politik Partai Golkar. kedua, “merek politik” Golkar sudah
terlanjur “ mengakar”, sehingga sulit bagi yang lain, yakni mereka yang semula
kader Golkar mendirikan partai politik sendiri, untuk melakukan klaim politik
sebagai “ Golkar Sesungguhnya”. Ketiga, Partai Golkar diuntungkan oleh kondisi
di lapangan, di mana masyarakat banyak yang mengeluh soal merosotnya tingkat
sosial-ekonomi mereka. Sebagian masyarakat merindukan “masa lalu” di zaman
Golkar, dimana ketika Golkar berkuasa kondisi sosial-ekonomi tidak seburuk
sekarang.
Menghadapi pemilu 2004, partai Golkar dalam menjaring
calon presiden dan wakil presiden dari partai menggelar konvensi politik.
Keputusan konvensi yang dilakukan Golkar, menurut Akbar Tandjung adalah
kerangka memberikan kesempatan secara terbuka kepada siapa saja, tokoh-tokoh
nasional yang terpanggil untuk menjadi calon presiden. Kesempatan tersebut bisa
diikuti siapa saja, baik dari lingkungan Partai Golkar maupun luar partai.
Menurutnya, konvensi bukan etalase demokrasi, melainkan sungguh-sungguh
merupakan cerminan dari keinginan partai Golkar untuk memberikan kontribusi
terbaik bagi bangsa dan Negara.13 Ide konvensi
ini menyedot dan membetot perhatian kalangan masyarakat dan para akademisi
sebagai terobosan demokrasi di Indonesia. Dengan strategi politik yang
dilakukan Partai Golkar diatas mampu membawa angin segar partai dalam
memenangkan kontestasi politik di pemilu 2004.
Kemenangan
tersebut merupakan prestasi tersendiri bagi Partai GOLKAR karena pada Pemilu
Legislatif 1999, Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan mendominasi
perolehan suara. Dalam Pemilu 1999, Partai GOLKAR menduduki peringkat kedua
dengan perolehan 23.741.758 suara atau 22,44% dari suara sah. Sekilas Partai
GOLKAR mendapat peningkatan 738.999 suara, tapi dari prosentase turun sebanyak
0,86%.
3.4. Permaslahan yang Berkembang
dalam Partai Golkar.
3.4.1.
Permaslahan
Aktual
Permaslahan aktual dari partai golkar baik itu yang
berangkat dari subtansi partai itu sendiri, personal yang menggerakan maupun
sistem yang hidup dalam tubuh partai golkar. Apabila bila dilihat dari visi dan
misi partai golkar itu sendiri yaitu Sejalan dengan
cita-cita Para Bapak Pendiri Negara (the founding fathers) kita
bahwa tujuan kita bernegara adalah melindungi segenap tumpah darah Indonesia,
mencerdaskan kehidupan bangsa, mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia, dan ikut menciptakan perdamaian dunia, maka Partai GOLKAR sebagai
pengemban cita-cita proklamasi menegaskan visi perjuangannya untuk menyertai
perjalanan bangsa mencapai cita-citanya.
Partai
GOLKAR berjuang demi terwujudnya Indonesia baru yang maju, modern, bersatu,
damai, adil dan makmur dengan masyarakat yang beriman dan bertaqwa, berakhlak
baik, menjunjung tinggi hak asasi manusia, cinta tanah air, demokratis, dan
adil dalam tatanan masyarakat madani yang mandiri, terbuka, egaliter,
berkesadaran hukum dan lingkungan, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi,
memiliki etos kerja dan semangat kekaryaan, serta disiplin yang tinggi.
Dalam rangka mengaktualisasikan doktrin dan mewujudkan visi tersebut Partai
GOLKAR dengan ini menegaskan misi perjuangannya, yakni: menegakkan,
mengamalkan, dan mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi
bangsa demi untuk memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan
mewujudkan cita-cita Proklamasi melalui pelaksanaan pembangunan nasional di
segala bidang untuk mewujudkan masyarakat yang demokratis, menegakkan supremasi
hukum, mewujudkan kesejahteraan rakyat, dan hak-hak asasi manusia.
Dalam rangka
membawa misi mulia tersebut Partai GOLKAR melaksanakan fungsi-fungsi sebagai
sebuah partai politik moderen, yaitu:
1) Pertama: mempertegas
komitmen untuk menyerap, memadukan, mengartikulasikan, dan memperjuangkan
aspirasi serta kepentingan rakyat sehingga menjadi kebijakan politik yang
bersifat publik.
2) Kedua, melakukan
rekruitmen kader-kader yang berkualitas melalui sistem prestasi (merit system) untuk dapat
dipilih oleh rakyat menduduki posisi-posisi politik atau jabatan-jabatan
publik. Dengan posisi atau jabatan politik ini maka para kader dapat mengontrol
atau mempengaruhi jalannya pemerintahan untuk diabdikan sepenuhnya bagi
kepentingan dan kesejahteraan rakyat.
3) Ketiga, meningkatkan
proses pendidikan dan komunikasi politik yang dialogis dan partisipatif, yaitu
membuka diri terhadap berbagai pikiran, aspirasi dan kritik dari masyarakat.
Dalam
pergerakannya banyak pengamat meyatakan bahwa terdapat bebrapa maslah dalam
visi dan misi partai golkar baik dari subtansinya maupun implementasinya,
adapaun permaslahan tersebut dapat ditunjukan sebagai berikut:
1)
Responden
pertama menunjukkan bahwa rumusan visi Partai Golkar saat ini telah dinilai
sesuai dengan kriteria yang benar. Responden kedua menganggap bahwa rumusan
visi Partai Golkar saat ini masih memiliki sejumlah kelemahan;
2)
Visi tidak cukup
mencerminkan upaya pencapaian target Pemilu, peningkatan nilai organisasi bagi
stakeholders, dan peningkatan jumlah mitra kerjasama;
3)
Visi belum
mencerminkan upaya peningkatan inovasi, diversifikasi produk dan pencapaian
kualitas dan nilai produk yang berdaya saing;
4) Visi
belum optimal untuk dimanfaatkan dalam operasional program hari ini, seperti:
pengembangan program rekruitment anggota dan program - program yang terkait
dengan perannya di masyarakat dan pencitraan kepada masyrakat bahwa partai
golkar layak menjadi pemimpin mereka;
5)
Partai
golkar termasuk kedlam sistem partai yang belum terinstiusionalisasi sebgaimana belum terdapat pola kompetisi
partai yang lebih stabil. Hasil dari pemilu tidak bisa diprediksi. Sebgaiman
partai golkar sebuah partai yang tampak
kemudian menghilang (hasil suara yang didapat naik-turun setiap ada pemilu),
maka hal ini merupakan salah satu ciri bahwa partai belum
terinstitusionalisasi. Karena dalam
sistem yang sudah terinstitusionalisasi, partai mempunyai akar yang kuat di
dalam masyarakat. Di dalam sistem yang terinstitusionalisasi maka ideologi
sebuah partai adalah konsisten, karena ideologi inilah yang mengikat antara
para pemilih dengan partai tersebut sehingga para pemilih menjadi loyal yang
pada akhirnya partai tersebut mengakar kuat di masyarakat.
3.4.2.
Permaslahan
faktual.
Permaslahan aktual dari partai golkar
baik itu yang berangkat dari subtansi partai itu sendiri, personal yang
menggerakan maupun sistem yang hidup dalam tubuh partai golkar. Aktual yang terjadi
saat ini di tubuhdapun permaslahan di tubuh golkar adalah sebagai berikut:
1)
Permasalahan kaderisasi di tubuh Partai Golkar bukan hanya
terjadi kali ini. Pengamat politik senior yang juga mantan kader Golkar Tjetje
H. Padmadinata mengungkapkan, kemelut antara pengurus partai sudah terjadi lama
ketika parpol tersebut masih bernama Sek-ber Golkar dan Golkar. Salah satunya
di picu oleh kentalnya dominasi kelompok pengusaha di tubuh partai Golkar hari
ini, kisruh di tubuh DPD Golkar Jabar terjadi akibat parpol tersebut tidak
mampu bermitra baik dengan hukum, budaya, dan media. Akibatnya, keberadaan parpol tersebut oleng karena ketiadaan sosok pemimpin
yang piawai dalam mengemudikannya
2) Koalisi dengan partai pemerintah merupakn
pilihan golkar pada pemerintahan periode 2009-2011 namun pada hari ini terjadinya perubahan
kontrak koalisi untuk menyeragamkan, katanya, hanya akan membuat demokrasi
menjadi sunyi. Hal ini akan menjadi
masalah besar. apa yang dibacarakan di Sekretariat Gabungan Partai Koalisi
hendaklah masalah yang makro saja. "Sehingga identitas partai tidak
hilang," bukan dalam kontek penyeragaman partai koalis sehingga memendam
konflik di internal koalisi.
3) Sikap pragmatisme politik yang tidak sesuai dengan ideologi
partai Golkar, bagi kader golkar yang pindah pindah tersebut, itu terjadi
karena desakan kader-kader Golkar yang berlapis- lapis, sehingga bagi yang di
atas tidak bisa berkompetisi dengan kader-kader yang lain, makanya mereka
memilih pindah hal ini dicontohkan
sperti halnya Gubernur Jambi yang sudah dibesarkan Golkar bersiap pindah
ke Partai Demokrat.
3.5.Fakta-fakta
yang mempengaruhi kekuatan partai golkar.
3.5.1.
Fakta
internal
Sebagai Partai modern
Partai GOLKAR memiliki sejumlah potensi atau kekuatan yang dapat dijadikan
modal perjuangan dalam rangka merealisasikan doktrin, visi, misi, platform, dan
pokok-pokok program perjuangannya yang diantranya sebgai berikut:
1)
Pertama,
potensi historis. Partai GOLKAR telah berusia lebih dari tiga setengah
dasawarsa yang didukung oleh kekuatan-kekuatan masyarakat dari seluruh lapisan.
Partai GOLKAR memiliki pengalaman panjang dalam menyertai perjalanan bangsa
baik di bidang pemerintahan, legislatif, maupun yudikatif. Serangkaian
pengalaman panjang ini merupakan potensi historis yang luar biasa besar.
2)
Kedua,
Partai GOLKAR memiliki infrastruktur yang sangat kuat yang masih terpelihara
dengan baik. Struktur organisasi mulai dari pusat sampai ke desa/kelurahan
berjalan sesuai dengan fungsi dan perannya masing-masing dalam satu kesatuan
manajemen organisasi yang modern. Hubungan Partai GOLKAR dengan Orsosmasinal
dan Orsinalmas, juga dengan organisasi-organisasi yang mendirikan dan
didirikannya berjalan secara horizontal dan fungsional dan saling menguntungkan
dalam hubungan kemitraan yang setara.
3)
Ketiga,
Partai GOLKAR memiliki sumber daya manusia yang relatif berpengalaman, unggul
dan lengkap. Kader-kader Partai GOLKAR tersebar dan hidup di tengah-tengah
masyarakat, dan selalu tanggap terhadap aspirasi rakyat.
4)
Keempat,
Partai GOLKAR adalah Partai yang solid yang terbukti selalu dapat mendayagunakan
segenap potensi yang dimilikinya secara sinergis untuk berjuang membangun
kehidupan bangsa yang bersatu dan kuat.
5)
Kelima,
Partai GOLKAR adalah Partai yang mengakar dan responsif, karena merupakan
Partai politik yang di dalamnya para anggota dan kader-kadernya tumbuh dan
berkembang dari bawah berdasarkan asas prestasi (merit system)
Sebagai Partai yang
didirikan oleh kelompok-kelompok riil dalam masyarakat Partai GOLKAR tumbuh dan
berkembang dari rakyat dan didukung oleh rakyat. Partai GOLKAR juga Partai yang
responsif, yakni senantiasa peka dan tanggap terhadap aspirasi, tuntutan, dan
harapan rakyat, serta konsisten untuk memperjuangkannya sehingga menjadi
keputusan politik yang bersifat publik yang menguntungkan seluruh masyarakat.
Potensi-potensi tersebut
adalah merupakan modal perjuangan yang sangat besar yang harus diaktualisasikan
oleh segenap kader untuk mewujudkan doktrin, visi, misi, platform, dan
pokok-pokok perjuangan sebagaimana dipaparkan di atas. Paradigma baru ini
mengharuskan dilakukannya pembaruan struktur atau kelembagaan Partai, sekaligus
budaya politik segenap kader Partai GOLKAR. Pembaruan kelembagaan diarahkan
sedemikian rupa sehingga mencerminkan kemandirian, demokrasi, dan keterbukaan
sebagaimana yang menjadi inti dari perumusan paradigma baru tersebut.
Semangat kemandirian,
demokrasi, dan keterbukaan harus benar-benar diwujudkan dalam realitas
organisasi. Struktur kelembagaan, termasuk di dalamnya mekanisme-mekanisme
organisasi, yang tidak sesuai dengan paradigma baru ini harus diperbarui.
Paradigma baru ini juga harus menjadi variabel pengubah kultur atau budaya
politik dalam tubuh Partai. Perubahan budaya politik ini diarahkan untuk
menunjang upaya untuk menciptakan Partai GOLKAR yang mandiri, demokratis, dan
terbuka. Budaya politik lama yang elitis dan berorientasi ke atas harus dirubah
menjadi budaya politik yang populis dan berorientasi kepada rakyat.
Demikian juga halnya
perilaku politik lama yang mengandalkan kekuatan dari luar dirinya, harus
dirubah menjadi perilaku politik yang mencerminkan kemandirian. Sesuai dengan
paradigma baru maka pendekatan-pendekatan politik yang dikalukan oleh segenap
kader Partai GOLKAR harus juga berubah: dari pendekatan kekuasaan menuju
pendekatan yang simpatik yang mendorong partisipasi, prakarsa dan kreativitas
rakyat. Perubahan budaya politik ini sangat diperlukan mengingat perubahan
lingkungan dan lanskap politik di mana Partai GOLKAR berada.
Dengan serangkaian
perubahan dan pembaruan ini niscaya Partai GOLKAR akan benar-benar berhasil
mewujudkan dirinya menjadi Partai yang mandiri, demokratis, solid, mengakar,
dan responsif, sesuai dengan paradigmanya yang baru agar mampu untuk selalu
menyertai perjalanan bangsa mewujudkan visi perjuangannya sesuai dengan
cita-cita proklamasi. Tuhan Yang Maha Esa, insya Allah, akan menyertai
perjuangan Partai GOLKAR.
3.5.2. Fakta external
Partai golkar
merupakan partai selalu mnjadi sorotan media mengingat partai ini termasuk
sebgai partai buhan lahir kemarin sore. Kadang kala kita sering mendengar
bebrapa Fakta yamng disajikan oleh media
masa tentang
1)
Partai politik ataupun
pengamat politik kita saling menghujat, saling mencurigai, dan saling
memfitnah. Bahkan, kebebasan pers dimanfaatkan untuk memfitnah. Kalau kita
terus melakukannya, dampaknya akan sangat buruk bagi perkembangan politik Indonesia.
2)
Koalisi
dengan partai pemerintah merupakn pilihan golkar pada pemerintahan periode
2009-2011 namun pada hari ini terjadinya
perubahan kontrak koalisi untuk menyeragamkan, katanya, hanya akan membuat
demokrasi menjadi sunyi. Hal ini akan
menjadi masalah besar. apa yang dibicarakan di Sekretariat Gabungan Partai
Koalisi hendaklah masalah yang makro saja. "Sehingga identitas partai
tidak hilang," bukan dalam kontek penyeragaman partai koalis sehingga
memendam konflik di internal koalisi. Koalisi partai golkar akan membawa dampak
buruk dan baik. Disatu sisi partai golkar memperjuangkan aspirasi masyrakat
dengan melibatkan diri dalam partai pemerintah namun disisi lain akan
menurunkan cintra partai golkar yang hany bisa menunggai partai penguasa atau
pemenang pemilu dari setiap periode yang bergulir, sepertinya di contohkan:
a.
Pada
tahun 1999, Golkar bersama Partai Islam yang tergabung dalam Poros Tengah
mendukung Abdurrahman Wahid menjadi presiden dalam Sidang Umum MPR mengalahkan
Megawati Soekarno Putri dari PDI Perjuangan (PISAH).
b.
Pada
tahun 2001, Golkar dan PDI Perjuangan mendukung pencopotan Abdurrahman Wahid
dari kursi presiden. Dalam Kabinet Megawati Soekarno Putri yang menggantikan pemerintahan
Abdurrahman Wahid, Golkar mendapat 3 kursi dalam kabinet (RUJUK).
c.
Pada
bulan Juli 2004, Golkar mendukung calon dari PDI Perjuangan yaitu Megawati
Soekarno Putri dan Hasyim Muzadi dalam pemilihan presiden babak kedua, setelah
calon mereka yaitu Wiranto dan Salahudin Wahid kalah. Setelah Mega-Hasyim
kalah, Golkar bersama PDI Perjuangan, Partai Bintang Reformasi dan Partai Damai
Sejahtera membentuk kelompok oposisi Koalisi Kebangsaan (RUJUK).
d.
Pada
bulan Desember 2004, Golkar secara diam-diam mengkhianati kelompok oposisi
Koalisi Kebangsaan dengan mendukung Susilo Bambang Yudhoyono. Hal ini terjadi setelah
Ketua Umum Partai Golkar Akbar Tandjung digantikan oleh Jusuf Kalla yang saat
itu memegang jabatan sebagai wakil presiden. Orang Golkar terus bertambah dalam
kabinet, tetapi PDI Perjuangan tidak memiliki menteri di kabinet (PISAH).
Dari fenomena yang diuraikan diatas akan
menurunkan citra partai golkar yang idealis, partai yang mempunyai komitmen
dengan ideologi yang partai anut, oleh karenanya ini merupakan suatu bentuk
kajian bagi partai golkar untuk menghindarkan diri dari ucapan partai
penghianat. Namun di sisi lain partai golkar dipandang sebgai partai yang memperjuangkan aspirasi masyrakat
dalam membenah
masyrakat dari berbagai sendi kehidupan.
BAB
IV
PENUTUP
4.1. Prediksi Pemenang Pemilu Tahun 2014.
Pemilu memang
masih 2014. Tapi ramalan pemenangnya, sudah muncul dari hasil survei terbaru.
Lingkar Survei Indonesia (LSI) mengatakan kecenderungan kenaikan elektabilitas
Partai Golkar. Berdasarkan survei terbaru, makin terbuka peluang Partai Golkar
menjadi pemenang pemilu tahun 2014.
Dukungan terhadap Partai Golkar naik
menjadi 17,3 persen pada hasil survei nasional yang digelar LSI di akhir
September hingga awal Oktober tahun ini. Survei itu melibatkan 1.000 responden di
33 provinsi. Peneliti LSI, M. Barkah
Pattimahu, mengatakan, terjadi kenaikan suara bagi Golkar sebesar 17,3
persen. Pada pemilu legislatif April 2009 lalu, perolehan suara Golkar hanya
sebesar 14,5 persen.
Survei menunjukkan, sebenarnya dukungan
terhadap Partai Demokrat pun naik di bulan ini ketimbang merujuk pada hasil
pemilu 2009. Survei LSI memperlihatkan dukungan bagi Partai Demokrat mencapai
26,1 persen. Sedang perhitungan KPU kemarin menyatakan Partai Demokrat sebagai
pemenang pemilu legislatif dengan suara sebanyak 20,9 persen.
Di sela-sela paparan hasil survei nasional
dengan tema menjelang setahun pemerintahan SBY-Boediono Kamis (14/10), Barkah
menjelaskan, ada empat variabel yang kemudian memberi ukuran mengapa Golkar
lebih menguat dibanding Demokrat. Variabel tersebut terdiri dari faktor
popularitas, kekuatan institusi, kekuatan dana, dan tren dukungan.
Dari segi popularitas sosok Ketua Umum
Partai Golkar, Aburizal Bakrie, dianggap masih bisa melonjak naik dibandingkan
sosok orang pertama di Partai Demokrat yakni Susilo Bambang Yudhoyono dan
Megawati dari PDIP. “Popularitas Ical (panggilan akrab Aburizal) dinilai belum
optimal,” ucap dia. Artinya, Ical dengan bantuan mesin politik Golkar masih memiliki peluang
muncul sebagai sosok nomor satu di Tanah Air. Terlebih, Ical diketahui memiliki
kekuatan jaringan, pengalaman, serta kekuatan dana yang lebih tangguh dari SBY
atau Megawati.
Berdasarkan survei LSI, publik yang
mengenal Ical baru sekitar 70 persen. Publik yang menyukainya masih di kisaran
50 persen. Jika popularitas Ical bisa meningkat seperti SBY dan Megawati dulu,
Golkar diyakini akan terdorong suaranya secara signifikan.
Dengan begitu, bukan tak mungkin Golkar
akan tampil sebagai pemenang pemilu 2014. Barkah mengatakan, Golkar populer
sebab meski berada dalam lingkaran partai koalisi, Golkar seringkali mampu bersikap
kritis bak partai oposisi.
Kebalikan dari Ical, SBY atau Megawati
dinilai sudah optimal dari segi ketenaran. Keterpilihan publik karena faktor
Megawati bahkan dinilai sudah tidak akan signifikan. Megawati, kata Barkah,
tidak akan memberi kontribusi suara besar ke PDIP. “Megawati sudah memudar,”
ucapnya.
Sementara SBY diketahui publik tidak akan
berkompetisi lagi. Karena itu sebagai faktor pendulang suara (vote getter) SBY
dinilai LSI tidak akan memiliki dampak yang terlampau banyak
4.2. Kesimpulan
Kemunduran Partai Golkar
adalah buah sikap yang terisolasi dan
berjarak dari rakyat, sehingga kekecewaan dan harapan masyarakat gagal direpresentasikan dalam pertarungan politik kepartaian dan politik formal. Negatifitas
yang membalut dan lebam dalam tubuh
Golkar ini sudah semestinya menjadi starting point
untuk berubah dan mencari langkah-langkah yang solutif. Jika tidak,
ragam kegagalan lalu akan menjadi realitas perolehan suara Golkar
pada Pemilu 2009.
untuk berubah dan mencari langkah-langkah yang solutif. Jika tidak,
ragam kegagalan lalu akan menjadi realitas perolehan suara Golkar
pada Pemilu 2009.
Kedepan, citra Golkar
sebagai partai besar dan kuat mesti
dilihat secara transformatif. Golkar adalah organism politik, kekuatan dan kebesaran itu bisa pupus namun bisa pula bertambah. Memori keemasan masa lalu harus
dipandang sebagai sejarah yang telah
lewat, bukan simbol, euforia, mitos, apalagi sikap.
Pengalaman masa lalu
adalah modal berharga untuk melakukan
pijakan transformasi menuju Pemilu 2009 dalam rangka memperbaiki diri dan merawat harapan masa depan yang tentunya membutuhkan kerja keras, cucuran keringat
dan bahkan semangat yang “berdarah-darah”.
4.3. Saran Untuk Partai Golkar Menghadapi Pemilu
Tahun 2014
Partai politik adalah suatu kelompok
yang terorganisir yang anggota- anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan
cita-cita yang sama, tujuannya adalah untuk memperoleh kekuasaan politik dan
merebut kedudukan politik dengan cara konstitusional untuk melkasanakan
kebijasanaan-kebijaksanaan mereka.
Untuk itu partai harus secara
kontinyu melaksanakan fungsi-fungsinya dalam mengabdikan dirinya pada
masyarakat yang diantranya:
1) sebagai sarana komunikasi politik yaitu menyalurkan aneka ragam pendapat dan
aspirasi masyarakat dan mengaturnya sedemikian rupa sehingga kesimpangsiuran
pendapat dalam masyarakat berkurang..
2) sebagai sarana sosialisasi demi membentuk individu dalam negara akan menerima
norma, sistem keyakinan, dan nilai-nilai dari generasi sebelumnya. Sehingga memunculkan masyarakat madani (civil
society)..
3) sebagai sarana rekruitmen politik dengan cara a) Menyiapkan kader-kader pimpinan
politik; b) Selanjutnya
melakukan seleksi terhadap kader-kader yang dipersiapkan; serta c) Perjuangan untuk penempatan kader
yang berkualitas, berdedikasi, memiliki kredibilitas yang tinggi, serta
mendapat dukungan dari masyarakat pada jabatan jabatan politik yang bersifat
strategis.
4) sebagai sarana pengatur konflik partai-partai politik harus benar-benar mengakar dihati
rakyat, peka terhadap bisikan hati nurani masyarakat serta peka terhadap
tuntutan kebutuhan rakyat.
5) Sebagi sarana Pendidikan Politik merupakan suatu
sarana untuk meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara yang dilaksanakan
secara berkesinambungan dan terencana.
DAFTAR PUSTAKA
Ananta, Aris; Arifin, Evi Nurvidya & Suryadinata,
Leo (2005), Emerging Democracy in Indonesia, Singapore: Institute
of Southeast Asian Studies, ISBN 9812303227.
(dalam bahasa Indonesian) Partai-partai
Politik Indonesia: Ideologi dan Program, 2004–2009, Jakarta: Kompas, 25
Juni 2004, ISBN 979709121X.
Shimizu, Maiko & Hazri, Herizal (2004)
(PDF), Indonesia: General Assembly
Election, Presidential Election, 2004, Bangkok: Asian Network for Free
Elections, diakses pada 10 Juni 2009.
Sissener, Tone (2004) (PDF), The Republic of Indonesia: General
and Presidential Elections, April – September 2004, Norwegian
Centre for Human Rights, ISBN 82-90851-80-4, diakses
pada 9 Juni 2009.
(PDF) The Carter Center 2004 Indonesia
Election Report, Carter Center, 2005, diakses pada 11 Juni 2009.
makasih infonya bro, boleh minta email atau nomer hape? karna saya juga sedang meneliti tentang ini
BalasHapusboleh cp saya (081949424707)
BalasHapus